Sunday, May 12, 2013

Jumlah ayat ayat Al - Quran 6666 atau 6236..???

Situs FFI dan para debater Kristen mempermasalahkan jumlah ayat dalam Alqur'an, dengan adanya perbedaan pendapat para ulama tentang ayat Alqur'an, mereka menuduh bahwa ayat-ayat Alqur'an banyak yang hilang.


Alquran dulu mempunyai 6666 ayat dan 30 Jus. Tapi sekarang menjadi 6236 ayat sesuai dgn pandangan Hafsah ulama Kufah.

Di Mekkah sesuai dengan pandangan IBNU KATSIR menafsir ada 6220 ayat

Di Syria ada 6226 ayat.

Di maroko ada 512 ayat.
Ashim ulama Basrah menafsir ada 205 ayat.
kok perbedaannya Drastis sih?


Jawaban:

Para ulama sepakat mengatakan bahwa jumlah ayat Alqur'an lebih dari 6.200 ayat. Namun berapa ayat lebihnya, mereka masih berselisih pendapat.

Menurut Nafi” yang merupakan ulama Madinah, jumlah tepatnya adalah 6.217 ayat. Sedangkan Syaibah yang juga ulama Madinah, jumlah tepatnya 6214 ayat. Lain lagi dengan pendapat Abu Ja'far, meski juga merupakan ulama Madinah, beliau mengatakan bahwa jumlah tepatnya 6.210 ayat.

Menurut Ibnu Katsir, ulama Makkah mengatakan jumlahnya 6.220 ayat. Lalu ”Ashim yang merupakan ulamaBashrah mengatakan bahwa jumlahnya jumlah ayat al-Quran ialah., 205 ayat.

Hamzah yang merupakan ulama Kufah sebagaimana yang diriwayatkan mengatakan bahwa jumlahnya 6.236 ayat.

Dan pendapat ulama Syria sebagaimana yang diriwayatkan oleh Yahya Ibn al-Harits mengatakan bahwajumlahnya 6.226 ayat.


MENGAPA BERBEDA?

Sebenarnya tidak ada yang beda di dalam ayat Alqur'an. Semua pendapat di atas berangkat dari ayat-ayat Alqur'an yang sama.

YANG BERBEDA ADALAH KETIKA MENGHITUNG JUMLAHNYA DAN MENETAPKAN APAKAH SUATU POTONGAN KALIMAT ITU MENJADI SATU AYAT ATAU DUA AYAT.

Ada orang yang menghitung dua ayat menjadi satu. Dan sebaliknya juga ada yang menghitung satu ayat jadi dua.
Padahal kalau dibaca semua lafadz Quran itu, semuanya sama dan itu itu juga. Tidak ada yang berbeda.

LALU MENGAPA MENJADI BEDA DALAM MENENTUKAN APAKAH SATU LAFADZ ITU SATU AYAT ATAU DUA AYAT?

Jawabnya adalah dahulu Rasulullah SAW terkadang diriwayatkan berhenti membaca dan menarik nafas. Pada saat itu timbul asumsi pada sebagian orang bahwa ketika Nabi menarik nafas, di situlah ayat itu berhenti dan habis. Sementara yang lain berpandangan bahwa nabi SAW hanya sekedar berhenti menarik nafas dan tidak ada kaitannya dengan berhentinya suatu ayat.

Lagian, nabi SAW saat itu juga tidak menjelaskan kenapa beliau menarik nafas dan berhenti. Dan tidak dijelaskan juga apakah berhentinya itu menunjukkan penggalan ayat, atau hanya semata-mata menarik nafas karena ayatnya panjang.

Selain itu ada ulama yang menghitung kalimat "bismillahirrohmnirrohim" di awal surat sebagai ayat, dan ada pula yang tidak tapi hanya menghitung "bismillahirrohmanirrohim" pada surat Al-Fatihah saja sebagai bagian ayat Alqur'an, ini juga bisa mempengaruhi perhitungan.

Perbedaan dalam menghitung jumlah ayat ini sama sekali tidak menodai Alqur'an. Kasusnya sama dengan perbedaan jumlah halaman mushaf dari berbagai versi percetakan. Ada mushaf yang tipis dan sedikit mengandung halaman, tapi juga ada mushaf yang tebal dan mengandung banyak halaman.

Yang membedakanya adalah ukuran font, jenis dan tata letak (lay out) halaman mushaf. Tidak ada ketetapan dari Nabi SAW bahwa Alqur'an itu harus dicetak dengan jumlah halaman tertentu.


BERAPA JUMLAH AYAT ALQUR’AN SEBENARNYA?

Mari kita hitung:


Mulai dari surah Fatihah yang diakhiri dengan nomor 7. Itu adalah jumlah ayat bagi surah tersebut. Kemudian pergi ke ujung surah 2 (Al-Baqarah) dan bertemu pula dengan angka 286. Teruskanlah, surah demi surah, hingga ke hujung surah terakhir, yaitu surah yang ke-114. Jumlahkan kesemua angka itu, dan jumlah yang didapati adalah jumlah ayat-ayat Alqur'an yang sebenarnya.
berikut ini daftarnya:

1-5 ( 7 + 286 + 200 + 176 + 120 ) = 789 ayat
6-10 ( 165 + 206 + 75 + 129 + 109 ) = 684
11-15 ( 123 + 111 + 43 + 52 + 99 ) = 428
16-20 ( 128 + 111 + 110 + 98 + 135 ) = 582
21-25 ( 112 + 78 + 118 + 64 + 77 ) = 449
26-30 ( 227 + 93 + 88 + 69 + 60 ) = 537
31-35 ( 34 + 30 + 73 + 54 + 45 ) = 236
36-40 ( 83 + 182 + 88 + 75 + 85 ) = 513
41-45 ( 54 + 53 + 89 + 59 + 37 ) = 292
46-50 ( 35 + 38 + 29 + 18 + 45 ) = 165
51-55 ( 60 + 49 + 62 + 55 + 78 ) = 304
56-60 ( 96 + 29 + 22 + 24 + 13 ) = 184
61-65 ( 14 + 11 + 11 + 18 + 12 ) = 66
66-70 ( 12 + 30 + 52 + 52 + 44 ) = 190
71-75 ( 28 + 28 + 20 + 56 + 40 ) = 172
76-80 ( 31 + 50 + 40 + 46 + 42 ) = 209
81-85 ( 29 + 19 + 36 + 25 + 22 ) = 131
86-90 ( 17 + 19 + 26 + 30 + 20 ) = 112
91-95 ( 15 + 21 + 11 + 8 + 8 ) = 63
96-100 ( 19 + 5 + 8 + 8 + 11 ) = 51
101-105 ( 11 + 8 + 3 + 9 + 5 ) = 36
106-110 ( 4 + 7 + 3 + 6 + 3 ) = 23
111-114 ( 5 + 4 + 5 + 6 ) = 20
-----------------------------------------------------------
Jumlah besar = 6,236 ayat
-----------------------------------------------------------

Setelah dijumlahkan didapatkan bahwa jumlah ayat di dalam Alqur’an adalah 6236 ayat tanpa memasukkan 112 bismillah di awal surat Jika dimasukkan kedalam perhitungan jumlahnya menjadi 6348 ayat, tetap tidak sampai 6666.. Jumlah ini ternyata (baru saya temukan beberapa menit lalu) sama dengan jumlah ayat dalam list Alqur’an digital (yang telah saya miliki bertahun-tahun lalu).

Teman-teman sekalian mengenai ayat Alqur'an berjumlah 6666 ayat padahal setelah kita hitung jumlahnya 6236, sebenarnya ada suatu pesan yg tidak tersampaikan. Jadi kalau para ulama ada yang bilang bahwa ayat Alqur'an itu berjumlah 6666 ayat itu sebenarnya tidak salah juga tapi ada sedikit yang harus di jelaskan.

Kalau kita uraikan ada selisih 430 ayat (6666 - 6236 = 430)
otomatis akan timbul pertanyaan:
1. kenapa bisa terjadi kelebihan 430 ayat?
2. apakah angka 430 ini sebuah kesalahan atau ada pesan yang tidak tersampaikan lewat angka 430 ini?

Kalau kita berfikir sempit kita pasti berfikir "kalau begitu para ulama telah menyesatkan umatnya donk?
justru tidak begitu, ada pesan yg tidak tersampaikan di balik angka itu

Sekarang saya akan coba menjelaskan dengan apa yg saya ketahui dan yang telah saya pelajari tetapi saya akan membahas permasalahan ini dengan metodelogi numerik Alqur'an

Allah menciptakan Alqur'an dengan begitu sempurna dan tidak ada cacat sedikitpun, sungguh maha luar biasa allah menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini berdasarkan perhitungan yang sangat akurat, begitu juga Alqur'an Allah menciptakan Alqur'an dengan penghitungan yg sangat cermat dan akurat tidak hanya isinya saja yg sempurna tetapi angka-angka di dalamnya dan susunan surat,halaman,jumlah baris,huruf" dan banyak lagi...tidak hanya asal menulis dan di tempatkan, semuanya di letakkan berdasarkan perhitungan yg sangat cermat, itulah makanya Alqur'an disebut kitab yg sempurna yang membedakan dari kitab yg lainnya, tetapi kebanyakan umat saat ini tidak pernah sadar akan hal tersebut

Sekarang kita kembali ke permasalahan di atas angka 430 ada apa sich dengan angka ini?

Angka 6236 = Alqur'an, jadi bisa di ibaratkan angka ini adalah Alqur'an/mewakili Alqur'an.
Kami sebagai umat muslim sangat di wajibkan untuk mempelajari Alqur'an, dengan mempelajari Alqur'an kita akan tahu mana yang baik dan tidak, sehingga kita akan mempunyai batasan dalam hidup ini

Makanya kalau cetakan Alqur'an dari karachi pakistan itu halaman awal dimulai dengan halaman 2 dan 3 tidak ada hal 1, kenapa? karena dari angka tersebut Alqur'an ingin menyampaikan sesuatu yg kita tidak sadarkita bahas sedikit, dari halaman depan saja ada pesan supaya kita di haruskan mempelajari Alqur'an "hal 2 dan hal 3" klo kita ambil angkanya saja dan kombinasikan berarti menjadi 32 dan 23 ada apa dengan angka ini?

Kita larikan angka yang tadi ke dalam susunan surat di dalam Alqur'an...
Surat ke-32 as sajadah (batasan)
Surat ke-23 al mu'minun (orang-orang yg beriman)

Nah dari halaman depan saja Alqur'an ingin menyampaikan suatu pesan kepada kita yaitu wahai manusia pelajarilah aku karena dengan mempelajariku kamu akan tahu 32 (as sajadah)/batasan, maksud batasan disini dengan mempelajari Alqur'an kita akan tahu mana yang boleh dan tidak boleh..setelah kmu mengetahui batasan dalam hidup ini kata al qur'an kmu akan mendapat 23 (al mu'min)/orang-orang yg beriman, otomatis donk kalau kita tahu mana yg baik dan buruk insyaallah kita akan menjadi orang-orang yg beriman. Apakah angka-angka di atas suatu kebetulan atau memang di buat dengan perhitungan yg sangat matang?????

Kembali ke permasalahan 6236.....
sebenarnya pesan angka 6666 tersebut kurang lebih seperti ini....bagi para umat muslim pelajarilah 6236/Alqur'an sebagai pedoman hidupmu, dan jadikanlah 430 sebagai suri tauladan dalam tingkah pola kita sehari-hari

lho kok 430 dijadikan sebagai suri tauladan? apa maksud angka tersebut?
sebagai umat muslim suri tauladan kita semua adalah nabi muhammad saw. jadi angka tersebut adalah 430 = mewakili nama Nabi Muhammad saw. kenapa bisa begitu?

Sekarang kata muhammad kita urai yang terdiri dari huruf "mim, ha, mim, da"
sekarang kita larikan ke surat
mim huruf ke 24 -----> surat ke 24 jumlah ayat 64
ha huruf ke 6 -------> surat ke 6 jumlah ayat 165
mim huruf ke 24 -----> surat ke 24 jumlah ayat 64
da huruf ke 8 -------> surat ke 8 jumlah ayat 75

kita jumlahkan nomor surat dan jumlah ayat......
24 + 64 = 88
6 + 165 = 171
24 + 64 = 88
8 + 75 = 83
------+
430
jadi huruf muhammad itu kalau di uraikan berjumlah 430, apakah angka-angka di atas sebuah kebetulan atau di berdasarkan perhitungan yg tepat, sungguh maha luar biasa Allah menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini berdasarkan perhitungan yg cermat dan akurat

Nah sudah jelaskan khan mengapa ada ulama berpendapat ayat Alqur'an ada 6666? jadi tidak perlu dipermasalahkan, yang penting isinya tidak ada yang hilang dan tidak ada yang berubah.



SEKARANG KITA LIHAT KITAB MANA YANG AYATNYA BANYAK HILANG, CEKIDOT!!!

Dr. Robert W. Funk, Professor Ilmu Perjanjian Baru dari Universitas Harvard bersama 74 pakar Alkitab lainnya karena membuktikan bahwa hanya 18 persen ucapan Yesus dalam Alkitab yang diangap asli, artinya sebanyak 82% ayat bibel itu PALSU!!!


Astagfirullah, banyak kalimat dan perintah yesus yang hilang dan masih misteri?
namun Dr. Robert W. Funk dan 74 pakar alkitab itu di pecat, ckckck...

Alkitab Reader Digest terbit lebih tipis dan ringkas dari Alkitab standar umum. Dalam Alkitab ini, kitab perjanjian Baru diringkas 50 persen, sedangkan dan perjanjian Lama diringkas 25 persen.


Bahkan dalam Alkitab terbitan Jerman ? Die Gute Nachricht Altes und Neues Testament?, jumlah ayatnya berkurang belasan ribu ayat dibanding Alkitab standar Protestan (Revised Standard Version, King James Version, New International Version, Tyndale Bible, Zonderfan Bible) maupun standar Katolik (Revised Standard Version Catholic Edition, New American Bible, dan New Jerusalem Bible).


Dalam Alkitab yang diterbitkan oleh Deutsche Biblestifung Stuttgart, Germany tahun 1978 ini, terdapat lebih kurang 18.666 ayat dari ratusan pasal yang hilang. Jumlah ini cukup mencengangkan, karena berarti tiga kali lipat jumlah ayat kitab suci Al-Qur'an.


Bagian 2
Dalam Alkitab terbitan Jerman ?Die Gute Nachricht Altes und Neues Testament? terbitan deutsche Bibelstifung Stuttgart, Germany tahun 1978, jumlah ayat dalam Perjanjian Lama (PL) berkurang 18.666 ayat. Jumlah ini diperoleh dari perbandingan dengan Alkitab standar Protestan maupun standar Katolik.


Menurut Ev Jansen Litik, Alkitab Perjanjian Lama terdiri dari 22.465 ayat.(Tanya jawab Dogmatika Kristologi, hlm.1 . Dengan demikian berarti Alkitab PL kehilangan sekitas 83 persen. Bila dibuka dengan cermat, dari lembaran pertama sudah terlihat mencolok adanya ayat-ayat yang raib itu. Bermula dari kitab Kejadian (Das Erste Buch Mose), terdapat 8 pasal 5, pasal 10, pasal 20, pasal 23, pasal 26, pasal 31, pasal 34, dan pasal 36.


Dari seluruh kitab Perjanjian Lama (PL), yang paling banyak kehilangan ayat adalah kitab Mazmur (Das Buch Psalmen). Umumnya, kitab ini terdiri dari 150 pasal. Tetapi dalam Alkitab terbitan Jerman ini hanya terdapat 41 pasal saja. Sedangkan 109 pasal lainnya tidak dimuat sama seklai. Di samping itu, bebrapa bagian di antaranya kehilangan searoh pasal. Jika dihitung, jumlah seluruh ayat yang hilang dari kitab Mazmur berjumlah 1.830 ayat.


Nasib yang sama juga dialami oleh kitab Tawarikh yang terdiri dari Tawarikh I dan Tawarikh II. Kitab Tawarikh I umumnya terdiri dari 29 pasal dan 891 ayat, sedangkan kitab Tawarikh II terdiri dari 36 pasal dan 822 ayat. Kedua kitab ini sama sekali disunat dari Alkitab. Jika dikalkulasi, terdapat 1.713 ayat yang tidak dimuat dalam kitab Tawarikh.

Selain Tawarikh, kitab lain yang dipangkas habis tanpa menyisakan satu ayat pun adalah Kitab Ester, Ratapan(nudub Yeremia), Obaja, Nahum, Habakuk, Zefanya, Tobit, Tambahan Ester, Kebijakan Alomo, Sirakh, Barukh, dan Tambahan Kitab Daniel. Total jumlah ayat dari kitab-kitab yang hilang ini adalah 3.006 ayat.

Kitab Yehezkiel (Der Prophet Ezechiel) hilang 30 pasal, antara lain: pasal 6-7, pasal 12-15, pasal 17, pasal 19-30, pasal 32, pasal 35, pasal 38-42, pasal 44-46, dan pasal 48. Selain itu, ada bebrapa bagian yang hilang separoh pasal, sehingga total ayat yang hilang berjumlah 871 ayat.

Kitab Yesaya (das Buch Jesaya) yang seyogianya berjumlah 66pasal, kini tinggal 37 pasal saja,lantaran kehilangan 29 pasal. Dari 37 pasal yang tersisa itu pun sebagian hilang separoh pasal. Jumlah seluruh ayat yang hilang dari kitabYesaya adalah 687 ayat.

Kitab Bilangan (Das vierte Buch Mose) hanya ada 10 pasal, setelah kehilangan 26 pasal, antara lain: pasal 1-2, pasal 4-5, pasal 7-9, pasal 11-12, pasal 15-19, dan pasal 25-36. Jumlah ayat yang hilang dalam kitab Bilangan adalah 1.057 ayat.

Demikian pula yang dialami oleh Kitab Yeremia (Der Prophet Jeremia). Kitab ini hanya memiliki 25 pasal setelah kehilangan 27 pasal. Jumlah ayat yang hilang dalam kitab Bilangan adalah 869 ayat.

Dalam Dua Halaman raib Ribuan Ayat:
Menurut urutan yang baku, seharusnya setelah kitab Tibit adalah kitab Yudit (339 ayat), Tambahan Ester (91 ayat), Kebijakan Salomo (435 ayat), Sirakh (1.401 ayat), barukh (213 ayat), dan Tambahan KItab Daniel (196 ayat). Tetapi, enam kitab yang terdiri dari 2.675 ayat ini hilang semua. Setelah kitab Tobit, langsung loncat ke kitab Makabe.


DAFTAR AYAT-AYAT YANG HILANG DARI ALKITAB

image No Nama Kitab Jumlah
01. Kitab Kejadian (Das Erste Buch Mose) 391
02. Kitab Keluaran (Das Zweite Buch Mose) 539
03. Kitab Imamat (Das Dritte Buch Mose) 764
04. Kitab Bilangan (Das Vierte Buch Mose) 1,057
05. Kitab Ulangan (Das Funfte Buch Mose) 698
06. Kitab Yosua (Das Buch Josua) 528
07. Kitab Hakim-hakim (Das Buch Von Den Richtern) 386
08. Kitab l Samuel (Das Erste Buch Samuel) 304
09. Kitab ll Samuel (Das Zweite Buch Samuel) 363
10. I Raja-raja (Das Ersste Buch von den Konigen) 375
11. II Raja-raja (Das Zweite Buch von den Konigen) 343
12. Kitab Tawarikh I 891
13. Kitab Tawarikh II 822
14. Kitab Ezra (Das Buch Esra) 125
15. Kitab Nehemia (Das Buch Nehemia) 289
16. Kitab Ester 167
17. Kitab Ayub (Das Buch Ijob) 672
18. Kitab Mazmur (Das Buch Psalmen) 1,830
19. Kitab Amsal (Das Buch Sprichworter) 704
20 Kitab Pengkhotbah (Das Buch Koholet) 100
21. Kitab Kidung Agung (Das Hohelied) 31
22. Kitab Yesaya (Das Buch Yesaya) 687
23. Kitab Yeremia (Der Prophet Jeremia) 869
24. Kitab Ratapan 154
25. Kitab Yehezkiel (Der Prophet Ezechiel) 871
26. Kitab Daniel (Das Buch Daniel) 219
27. Kitab Hosea (Der Prophet Hosea) 128
28. Kitab Yoel (Der Prophet Joel) 16
29. Kitab Amos (Der Prophet amos) 14
30. Kitab Obaja 21
31. Kitab Mikha (Der Prophet Micha) 46
32. Kitab Nahum 47
33. Kitab Habakuk 56
34. Kitab Zefanya 53
35. Kitab Hagai (Der Prophet Haggai) 14
36. Kitab Zakharia (Der Prophet Sacharja) 115
37. Kitab Maleakhi (Der Prophet Maliachi) 36
38. Kitab Tobit (Das Buch Tobit) 85
39. Kitab Yudit 339
40. Tambahan Ester 91
41. Kebijakan Salomo 435
42. Kitab Sirakh 1,401
43. Barukh 213
44. Tambahan Kitab Daniel 196
45. I Makabe (Das Erste Buch von Den Makkabaer) 757
46. II Makabe (Das Zweite Buch von Den Makkabaer) 424
Jumlah ayat yang hilang 18,666 ayat

Biar saya tidak dibilang ngarang atau Taqiya buktikan aja di-link ini : http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_ayat_Alkitab_yang_tidak_disertakan_dalam_terjemahan_Alkitab_bahasa_Inggris_modern

Sebagai penutup saya akan kutipkan ayat Alkitab yang menjadi AYAT FAVORITE SAYA untuk teman-teman Kristen yang suka sekali mencari cela Islam:

 “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
(Matius 7:5)

Silahkan direnungkan baik-baik ya!!!

Thursday, May 9, 2013

TV Online Live Streaming

TV Online Live Streaming yang ringan dan lengkap cuma disini tempatnya, lebih cepat tanpa putus dan tidak banyak buffering.

silahkan masuk ke sini===>>>>  TV ONLINE STREAMING

Wednesday, May 8, 2013

Yahudi Dalam Wacana Sejarah

Pendahuluan

Yahudi, Kristen dan Islam biasa disebut agama-agama Ibrahimi (abrahamic religions), karena pokok-pokok ajarannya bernenek moyang kepada ajaran nabi Ibrahim (sekitar abad 18 SM), yaitu agama yang menekankan keselamatan melalui iman, menekankan keterkaitan atau konsekuensi langsung antara iman dan perbuatan nyata manusia.
Menurut agama-agama samawi itu, Tuhan tidak dipahami sebagai yang berfokus pada benda-benda (totemisme), atau upacara-upacara (sakramentalisme) seperti pada beberapa agama lain, tetapi sebagai yang mengatasi alam dan sekaligus menuntut manusia untuk menjalani hidupnya mengikuti jalan tertentu yang ukurannya ialah kebaikan seluruh anggota masyarakat manusia sendiri. Dengan kata lain, selain bersifat serba transendental dan maha tinggi, Tuhan juga bersifat etikal, dalam arti bahwa Ia menghendaki manusia untuk bertingkal laku yang etis dan bermoral.
Karena menekankan amal perbuatan yang baik dan benar itu , para ahli kajian ilmiah tentang agama-agama menyatakan Islam dan Yahudi yang juga sering disebut agama semitik (semitic religion) ini, tergolong agama etika (ethical religion), yakni agama yang mengajarkan bahwa keselamatan manusia tergantung pada perbuatan baik dan amal salehnya.
Ini berbeda dari agama Kristen yang juga termasuk agama semitik, disebabkan teologinya berdasarkan doktrin kejatuhan (fall) manusia (Adam) dari surga yang menyebabkan kesengsaraan abadi hidupnya, mengajarkan bahwa manusia perlu penebusan oleh kemurahan (Grace) Tuhan dengan mengorbankan putra tunggalnya, Isa al-Masih untuk disalib menjadi "Sang Penebus".
Maka kajian ilmiah menggolongkan agama Kristen sebagai agama sakramental (sacramen relegion) yaitu agama yang mengajarkan bahwa keselamatan itu diperoleh melalui sang penebus dosa, dan penyatuan diri kepadanya dengan memakan roti dan minum anggur yang telah ditransubstansiasikan menjadi daging dan darah Isa al-Masih dalam upacara Sakramen Ekaritsi.
Menurut Artur Hyman semua agama yang bersumber pada kitab suci wahyu mempunyai masalah yang sama menyangkut doktrin tentang penciptaan alam, tapi agama-agama itu berbeda sampai batas bahwa yang lain mengalami persoalan pemikiran atau filsafat.
Umat Yahudi mempunyai masalah mengenai persoalan tertentu seperti Israel sebagai bangsa pilihan dan keabadian hukum. Umat Islam menghadapi persoalan apakah al-Quran sebagai firman Allah itu diciptakan atau abadi.
Umat Kristen sendiri menghadapi berbagai deretan persoalan yang serupa, kelak yang dikatagorikan sebagai "misteri" antara lain doktrin Trinitas Suci (Holy Trinity) dan Sakramen Ekaritsi yang merupakan sesuatu yang tipikal.
Doktrin Trinitas mengatakan bahwa Tuhan adalah Esa dengan tiga pribadi Bapak, Anak dan Roh Suci, Tuhan adalah satu sekaligus tiga. Sakramen Ekaritsi mengisyaratkan perubahan roti dan anggur ekaritsi menjadi daging dan darah Kristus, proses yang dikenal dengan transubstansiasi. Jadi dapat dikatakan bahwa agama Kristen dalam sisi tertentu mengalami tantangan yang lebih sulit diatasi daripada agama Islam atau Yahudi.
Lebih lanjut, karena alasan-alasan teologis dan historis atau doktrin etika dan politik, Kristen berbeda dari agama Yahudi dan Islam. Salah satu perbedaannya adalah konsep tentang manusia, manusia mengalami kejatuhan dari surga, sebab itu perlu kemurahan Tuhan untuk penyelamatan. Meski para pemikir Kristen mengagumi hasil-hasil temporal doktrin-doktrin etika dan politik, mereka menganggap bahwa doktrin dan hasil itu masih belum cukup untuk keselamatan manusia.
Sebaliknya, sejumlah pemikir Muslim dan Yahudi, khususnya mereka yang berkecenderungan Aristotelian, menggambarkan hidup yang baik berdasarkan pengembangan nilai-nilai utama moral dan intelektual, lalu mengidentifikasi hidup sesudah mati dengan wujud bukan jasmani dan intelek.
Kitab suci diperlukan dan dipahami dalam berbagai cara guna menetapkan aturan tertentu bagi kehidupan intelektual, membuat hukum yang bersifat umum menjadi spesifik, menjadikan pendapat yang benar bisa digapai semua orang, atau memberi ajaran tertentu secara mendalam yang tidak bisa didapat dengan cara lain. Bagi kaum Yahudi dan Muslim, ajaran filsafat, moral dan politik berada tidak terlalu jauh dari yang ada dalam agama.
Persoalan teologis yang dialami agama Kristen, terutama yang menyangkut doktrin Trinitasnya membuat watak monotheismenya sudah tidak murni lagi. Malahan bapak sosiologi modern, Max Weber, membenarkan tesis itu dengan mengatakan bahwa hanya agama Yahudi dan Islam yang secara tegas bersifat monotheistis, meski pada yang kedua (Islam) terjadi beberapa penyimpangan dengan adanya kultus kepada orang yang dipandang suci (wali) yang muncul kemudian.
Trinitarianisme Kristen tampak memiliki kecenderungan monotheistis hanya bila dikontraskan dengan bentuk-bentuk tri theistis (paham) tiga Tuhan, Hinduisme, Budisme dan Taoisme. Tentunya tidak berlebihan jika Weber mencatat praktek-praktek yang menyimpang dari monotheisme Islam yang murni dan radikal itu, yaitu berupa pemujaan kepada para wali dan kuburannya hampir di seluruh dunia Islam.
Kenyataan ini merupakan sesuatu yang ironis, mengingat nabi Muhammad telah memperingatkan untuk tidak mengagungkan keturunan apapun dan siapapun. Tesis Weber ini kiranya perlu dijadikan bahan instrospeksi diri dan renungan kaum Muslimin sendiri.
Tentang determinisme sejarah orang Yahudi menjadi ras suatu dunia yang hebat, atau masyarakat pilihan (a distinctive community), ini tidak bisa dipisahkan dari partisipasi mereka dalam peradaban Islam masa lalu yang begitu jauh dan dalam.
Kosa kata keimanan Islam masuk kedalam buku-buku Yahudi, al-Quran menjadi dalil mereka. Kebiasaan orang-orang Arab mengutip syair dalam banyak karyanya ditiru oleh orang-orang Yahudi.
Tulisan-tulisan mereka penuh dengan kalimat-kalimat yang berasal dari para ilmuwan, filosof dan ahli kalam Arab/Islam. Sastra Arab yang asli atau yang impor menjadi latar belakang umum apa saja yang ditulis orang-orang Yahudi.
Semua itu berlangsung begitu lama, tidak ada rasa permusuhan terhadap ilmu asing, tanpa rasa curiga kepada dampak yang negatif atau berbahaya, sebagaimana yang telah diingatkan oleh sumber-sumber kitab Talmud kepada meraka untuk mempelajarinya. Karena itu sampai ada sebutan Yahudi Islam, orang-orang Yahudi yang sudah sedemikian rupa terpengaruh oleh ajaran Islam mereka itu sebenarnya adalah "orang-orang Yahudi jenis baru" (a new type of Jews).
Dengan pengalaman kaum Yahudi yang begitu indah dalam pangakuan Islam itu, banyak dari mereka yang sadar bahwa berdirinya negara Israel merupakan suatu malapetaka atau anakronistik. Malahan bisa dipandang sebagai hal yang tidak relevan, baik secara historis, berkaitan dengan pengalaman indah umat Yahudi pada masa Islam klasik, atau secara geografis, karena Palestina telah berabad-abad berada ditangan orang-orang Arab, yang sebagian mereka itu termasuk Yahudi yang sudah ter-Arabkan, berdirinya negara Israel merupakan kedzaliman diatas kedzaliman, kedzaliman terhadap sejarah mereka sendiri dalam kaitannya dengan peradaban Islam, dan kedzaliman terhadap bangsa Arab yang telah menjadi pelindung mereka berabad-abad lamanya.
Masalah etika dan politik sangat dijunjung tinggi dan dihormati oleh agama Yahudi. Prinsip-prinsip etika itu diformulasikan dalam kalimat-kalimat yang indah dan menarik. Diawali dengan kata negasi (jangan) dan imprasi (kerjakan).
Dikenal dengan sepuluh perintah Tuhan, Ten Commandements atau "al-Wasaya al-'Ashar" (sepuluh wasiat), yang isinya:
  1. Akulah Tuhanmu, yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu Allah lain dihadapanKu.
  2. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku Tuhanmu, Tuhan yang pemerhati, yang membalaskan kesalahan bapak kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku, dan yang berpegang pada perintah-perintahKu.
  3. Jangan menyebut nama Tuhanmu dengan sembarangan, sebab Tuhan akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya secara sembarangan.
  4. Ingat dan sucikanlah hari Sabat; enam hari lamanya kamu bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhanmu, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, kamu atau anakmu laki-laki, anakmu perempuan, hambamu laki-laki, hambamu perempuan, lawanmu, atau orang-orang asing yang ada di tempat kediamanmu.
  5. Hormatilah bapak dan ibumu agar umurmu lanjut di tanah yang diberikan Tuhan Allah kepadamu.
  6. Jangan membunuh.
  7. Jangan berzina.
  8. Jangan mencuri.
  9. Jangan bersaksi dusta terhadap sesamamu.
  10. Jangan menginginkan rumah sesamamu, istrinya, hambanya laki-laki, hambanya perempuan, lembunya, keledainya atau apapun yang menjadi miliknya.
Selain itu masih ada sejumlah kepercayaan mendasar yang ditulis oleh para pemikir dan pemuka agama Yahudi, antara lain Musa bin Maimun atau Maimonides pada akhir abad ke-12. Tulisan ini merupakan keterangan tambahan terhadap komentarnya tentang Mishna karya Sanhedrin, yang kemudian dikenal dengan Credo, terdiri atas 13 keyakinan, yaitu:
  1. Percaya kepada Tuhan
  2. Tuhan Yang Esa
  3. Tuhan Yang Maha Kuasa
  4. Tuhan Yang Maha Kekal
  5. Semua ibadah untuk Tuhan
  6. Percaya kepada Rasul Tuhan
  7. Percaya terhadap Musa sebagai Rasul Tuhan
  8. Dan Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa di Sinai
  9. Kitab itu kekal
  10. Tuhan Maha Tahu
  11. Percaya tentang pahala dan dosa, baik di dunia dan akhirat
  12. Percaya akan datangnya Massiah, juru selamat
  13. Percaya adanya kehidupan sesudah mati.

A. Apa dan Siapa Yahudi Itu?

Judaism (agama Yahudi) adalah agama yang dianut oleh sekelompok kecil masyarakat, yaitu masyarakat Yahudi.
Berjumlah kurang lebih 16 juta jiwa pada puncak pertumbuhannya sebelum Perang Dunia ke II. Sekarang berkurang sekitar sepuluh atau sebelas juta jiwa, akibat kekejaman kelompok-kelompok yang berusaha menghancurkan akar, cabang, etnis dan agama ini.
Menurut catatan Psalm yang ditulis oleh David, dan Epigram, yang disusun oleh Sulaiman, jumlah mereka kurang dari satu juta jiwa pada hari nasionalnya, dan tidak lebih dari 4-5 juta ketika nasib politik mereka sebagi bangsa tersumbat pada tahun 70-an, dan harus memasuki panggung sejarah (Historic Career) sebagai masyarakat dunia yang religious dengan tuntutan kitab sucinya, The Bible, akhir abad pertengahan abad 13, ketika agama Yahudi mencapai puncak perkembangannya dan memberikan sumbangan besar terhadap peradaban Eropa, jumlah populasi mereka di Eropa tidak lebih dari satu juta jiwa.
Berkurangnya populasi Yahudi ini disebabkan oleh persoalan seputar apakah Yahudi itu ras atau bukan. Sementara orang berpendapat bahwa Yahudi itu ras, mengingat banyak tulisan yang membenarkan pendapat diatas.
Tapi kebenaran tesis ini membawa ironi bagi umat Yahudi ketika Jerman dibawah rezim Nazi (Adolf Hitler) tahun 1930, melakukan eksterminasi (pembantaian) terhadap orang-orang Yahudi dengan alasan bahwa mereka itu ras yang hina (an inferior race).
Menurut catatan Holocaust, sekitar enam juta orang Yahudi, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak mati terbunuh di kamp Konsentrasi Jerman dan Polandia selama perang dunia kedua. Dari sini terlihat jelas bahwa orang-orang Yahudi kini bisa disebut sebagai ras, hanya persoalannya ialah sulit untuk mengidentifikasikan mereka, karena banyaknya ras Yahudi yang ada.
Mereka itu tersebar dimana-mana di banyak bagian belahan dunia ini, dikenal dengan sebutan anak-anak Israel (The Children of Israel), Yahudi. Dimana ada penduduk dunia baik Timur, Barat, Utara maupun Selatan disana bisa ditemukan orang Yahudi.
Di Abyssina misalnya, orang Yahudi berkulit hitam, persis seperti penduduk aslinya. Ada sejumlah orang Yahudi di Negara Cina, juga mirip dengan penduduk aslinya berkulit kuning dan bermata sipit. Di Italia, orang Yahudi berkulit kehitam-hitaman dan bermata hitam. Di Rusia Utara, Kanada, Swedia dan Norwegia, orang Yahudinya bisa ditengarai dengan rambut pirang, kulit putih dan mata biru. Sedang di Denmark, Jerman dan Irlandia, golongan Yahudinya berambut merah dan bermata biru. Di daerah yang beriklim panas, kaum Yahudinya berbadan pendek dan berambut hitam. Sementara di negara-negara yang beriklim dingin mereka umumnya bertubuh tinggi dan berkulit putih.
Hebatnya, semua orang Yahudi yang bertempat tinggal di negara-negara itu selalu menggunakan bahasa nasional negara bersangkutan. Di Italia mereka berbahasa Itali, di Inggris berbahasa Inggris, di Cina juga berbahasa Cina, dan seterusnya.
Meskipun tidak saling mengenal antara satu dengan lainnya, berbeda bentuk fisik dan tutur bahasanya, tapi orang-orang Yahudi itu merasa akrab bila bertemu dan berada di tengah-tengah saudara-saudara yang lain.
Keakraban ini disebabkan oleh banyak faktor, dan faktor pertama dan utama yang merajut keakraban itu tak lain adalah ikatan keagamaan mereka yang kuat. Ikatan atau hubungan itu memang terasa unik dalam agama Yahudi.
Agama ini tidak bisa dipahami tanpa mengetahui kehidupan orang Yahudi secara terus menerus. Dengan proses konversi agama yang normal, agama ini dapat mengakomodasi dan mengasimilasi setiap individu, bahkan semua bangsa, dan hal ini sudah dilakukan. Tapi bila orang Yahudi musnah dan lenyap dari dunia ini, agama ini juga musnah bersama mereka. Sementara orang lain yang tidak punya hubungan kesejarahan (historic connection) dengan masa lalu orang Yahudi pada dasarnya bisa menjadi penerus tradisi ajaran Yahudi.
Namun pemahaman, upacara dan penghayatan, di mana prinsip-prinsip Yahudi ada di dalamnya, dan menjadi bangunan agama ini (a body of Judaism), tidak akan bermakna bagi mereka yang nenek moyangnya tidak pergi ke luar tanah Mesir, atau siapa saja yang tidak lahir dalam tradisi, yang bapaknya pernah tinggal di kaki Sinai. Juga mereka dan anak cucunya yang tidak selalu berada dalam kerajaan para pendeta dan bangsa yang suci (a holy nation).
Karena itu ikatan yang tak terpisahkan antara orang Yahudi dan agamanya merupakan bagian dasar agama ini. Ia berbeda dari agama Kristen yang selalu berharap belas kasihan dan kemurahan Tuhan.
Bagi para pemeluknya, agama Yahudi pada hakekatnya bukan ditilasi air mata dan duka cita orang lain yang diberikan secara cuma-cuma oleh belas kasih tangan Tuhan, atau didapat melalui misteri keimanan, tapi harus dengan kesabaran dan ketegaran atas berbagai persoalan yang mereka alami berabad-abad lamanya, berupa pengalaman bangsa yang bersejarah, yang disinari oleh ajaran para nabi dan orang-orang bijak mereka.
Maka agama Yahudi bisa menampakkan jati dirinya dalam dua dimensi, universal dan nasional. Sebagai sistem pemikiran keagamaan (a system of religious thought), ia bersikap universal, prinsip-prinsip etikanya merangkul seluruh umat manusia.
Sebagai kultus keagamaan (a religious cult), ia bersifat nasional ditengarai oleh ikatan kesejarahan dan warna kedaerahan, disiplin agamanya hanya mengikat para pemeluknya saja. Sebagai contoh ialah keberadaan organisasi sosial elite seperti Rotary Club, Lion Club dan lainnya yang berdiri di kota-kota besar di Indonesia, yang berorientasi pada masalah kemanusiaan, pengobatan massal (operasi katarak dan bibir sumbing), pembuatan patung polisi, MCK, pemberian bingkisan lebaran, terkadang salat tarawih dan buka puasa bersama.
Bila benar semua itu merupakan jaringan (network) Yahudi internasional, maka hal itu harus dilihat dari kerangka pikir "Sistem pemikiran keagamaan" Yahudi yang bersifat universal yang dapat diartikulasikan oleh semua etnis dan ras dunia.
Sebaliknya, jika orang Yahudi merayakan hari Sabat pergi ke Sinagog atau kegiatan ibadah lainnya, hal ini harus diletakkan dalam perspektif "kultus keagamaan" Yahudi yang bersifat nasional itu, yang mengikat hanya para pemeluknya saja.
Menanggapi persoalan di atas, Ahmad Syalaby mengatakan karena belum merasa puas terhadap organisasi Masonisme, orang-orang Yahudi lalu mendirikan organisasi lain yang bertujuan menggalang solidaritas sosial kemanusiaan bernama Rotary Club.
Klub-klub ini terdapat di hampir seluruh kota-kota besar atau metropolitan dunia dan bergerak pada masalah-masalah kemasyarakatan seperti Sarasehan, Seminar, Pelayanan Kesehatan, Perbaikan Lingkungan, Upacara Keagamaan dan lain sebagainya.
Juga berupaya mempererat ikatan persaudaraan sesama anggotanya yang berasal dari berbagai negara dengan latar belakang agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Dengan demikian, orang-orang Yahudi bisa berinteraksi dengan mereka atas dasar persaudaraan dan kasih sayang yang pada gilirannya dapat merealisasikan keinginan dan cita-citanya baik dalam lapangan ekonomi, industri, politik, media masa maupun lainnya.
Karena kegiatan klub-klub atau organisasi ini bisa menimbulkan bahaya, Vatikan melalui Majelis Tertinggi Tahta Suci, pernah mengeluarkan satu dekrit pada tanggal 20 Desember 1950 yang isinya melarang para ahli dan pemuka agama Kristen memasuki perkumpulan yang dikenal dengan nama Rotary Club ini, dan mengikuti kegiatan-kegiatannya.
Mereka juga diminta untuk mematuhi dekrit bulan 4 April 1964 nomor 684 yang berisi larangan melibatkan diri pada perkumpulan "Masonisme" yang keberadaannya masih belum jelas (rahasia) dan kegiatannya masih diragukan. Sekalipun disimbolkan dengan jargon-jargonnya yang menarik seperti kemerdekaan, persaudaraan dan persamaan, organisasi itu menurut Paus tetap mengundang bahaya bagi umat Katholik
Mengenai masalah siapa itu Yahudi atau kapan seseorang bisa dikatakan Yahudi, hal ini bisa dijelaskan dengan memahami tradisi yang menjadi wacana dasar agama Yahudi.
Agama ini mengajarkan bahwa bila anak lahir dari ibu yang Yahudi, maka ia disebut Yahudi, tanpa memandang siapa yang mengasuh dan membesarkan anak itu. Sebagai contoh, anak yang lahir dari bapak Yahudi dan ibu non Yahudi, ia tidak bisa dikategorikan Yahudi, tapi yang bersangkutan bisa berbuat atau melakukan sesuatu sebagai Yahudi, pergi ke Sinagog, merayakan Sabat atau hari-hari keagamaan dan bergaul dengan sesama teman-temannya yang Yahudi.
Di sisi lain, anak dari bapak non Yahudi dan ibu Yahudi, tapi dibesarkan atau dididik sebagai Kristen, ia masih disebut Yahudi menurut kacamata Yahudi, sekalipun asuhan itu membuat ia buta sama sekali tentang agama Yahudi. Yang jelas, dalam perspektif Yahudi, bukan asuhan, didikan atau pengetahuan yang menentukan status anak menjadi Yahudi, tapi agama Ibu (the religion of the mother).
Persoalan lain yang sering menjadi wacana intelektual seputar Yahudi ialah masalah apakah Yahudi itu bisa digolongkan sebagai masyarakat religius atau tidak.
Memang secara spintas dapat digambarkan bahwa Yahudi itu adalah masyarakat agamis, tapi kenyataannya, banyak yang menganggap mereka bukan termasuk golongan itu. Malahan mereka mengatakan sebagai penentang agama dan lebih bangga menyebut dirinya orang Yahudi saja.
Masalah lain, kita tidak bisa menyatakan bahwa Yahudi itu merupakan "masyarakat bangsa", karena mayoritas umat Yahudi dunia tidak mesti tinggal di negara Yahudi (Israel), tapi di banyak negara dunia ini.
Barangkali istilah yang tepat untuk mereka ialah kelompok etnis (ethnic group), dalam arti meliputi seluruh orang Yahudi baik yang agamis, sekuler, nasional maupun zionis. Mereka itu tidak harus berasal dari Israel, karena yang hidup di sana ada yang Muslim dan ada juga yang Kristen.
Dari mereka ada yang tidak makan daging babi sebagaimana orang Islam dan ada pula yang tidak mengetahui sama sekali masalah agama. Satu hal yang tidak bisa dibantah bahwa agama mereka mengakui Yahudi sebagai satu masyarakat, meski sudah terjadi perubahan pada agama ini selama berabad-abad.
Yang jelas agama Yahudi saat ini berbeda dari agama Yahudi era Bibel, hanya pada masa lalu saja bisa dijumpai kelompok-kelompok religius yang pluralistik. Karena sekarang terdapat banyak institusi pemikiran yang mampu mempertemukan berbagai ide dan hal-hal yang praktis, banyak orang Yahudi yang berbeda dari lainnya.

B. Asal Usul Yahudi

Untuk mengetahu asal usul Yahudi tidak bisa terlepas dari keharusan untuk mengetahui tokoh Ibrahim yang dalam hal ini dipandang sebagai nenek moyang tiga agama monotheistik dan semitik, Yahudi, Kristen dan Islam.
Sebagaimana telah diketahui bahwa Ibrahim tampil dalam pentas sejarah sekitar 3.700 tahun yang lalu. Ia berasal dari Babylonia, anak seorang pemahat patung istana yang bernama Azar "atau Terach dalam Kitab Madrash yang ditulis para rabii pemula".
Sejak usia bocah Ibrahim sudah menampilkan cara berfikir tajam dan kritis. Suatu saat ia melihat hal yang tidak sesuai dengan akal sehatnya, ayahnya memahat batu dan setelah selesai menjadi patung sang ayah lalu menyembahnya.
Ibrahim memberontak yang berakibat ia harus dihukum bakar, tapi berhasil diselamatkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Ia kemudian lari atau hijrah ke arah Barat, tepatnya ke daerah Kanaan, yaitu Palestina selatan. Karena daerah ini mengalami wabah paceklik, ia pergi ke Mesir bersama istrinya, Sarah dan menetap di sana sementara waktu.
Keberadaan Ibrahim sangat mengesankan Firoun, raja Mesir, ia menerima hadiah seorang wanita budak yang cantik yang bernama Hajar. Lalu ia pulang kembali ke Kanaan; sebab usianya bertambah lanjut, ia sangat mendambakan seorang keturunan.
Ia-pun berdoa memohon kepada Tuhan agar diberi keturunan untuk meneruskan misi kemanusiaan. Istrinya, Sarah berbaik hati dan mengijinkan Ibrahim mengawini budak perempuan mereka asal Mesir, Hajar. Dari Hajar ia dikaruniai seorang putra yang bernama Ismael (Ismail), yang dalam bahasa Ibrani berarti Tuhan telah mendengar, yakni telah mendengar doa Ibrahim yang memohon keturunan.
Ibrahim sangat mencintai Ismail dan ibunya, Hajar, sehingga menimbulkan perasaan tidak senang pada istri pertamanya, Sarah. Maka Sarah meminta Ibrahim untuk membawa Ismail dan ibunya keluar dari rumah tangga mereka. Ibrahim diberi petunjuk Tuhan dengan bimbingan malaikat-Nya agar membawa anak dan istrinya ke arah selatan dari Kanaan, sampai ke suatu lembah yang tandus dan gersang, tiada tumbuhan, yaitu Makkah.
Setelah tiba di lembah tandus itu sesuai dengan petunjuk Tuhan lagi, Ibrahim kembali ke Kanaan, tapi sekali waktu ia menyempatkan diri menjenguk Ismail di Makkah sampai anaknya itu mencapai usia dewasa. Sementara Ibrahim bersama Sarah tinggal di Kanaan, dan terkadang pergi ke Makkah untuk melaksanakan perintah Tuhan (Haji).
Dengan ijin dan kekuasaan Tuhan mereka dikaruniai seorang putra, Ishaq, yang juga menjadi Nabi dan Rasul Allah untuk mengemban tugas mengajari umat tentang faham tauhid, dan mempertahankan ajaran itu sampai akhir jaman.
Malahan sebagai rahmat Allah kepada Ibrahim, dari keturunan Ishaq banyak lahir para Nabi dan Rasul Allah. Ishaq dianugerahi Tuhan seorang anak bernama Yaqub yang digelari Israel, yang dalam bahasa Ibrani berarti "Hamba Allah" jadi identik dengan arti Abd Allah dalam Bahasa Arab, konon karena ia rajin beribadah menghambakan diri kepada Allah.
Anak turun Nabi Yaqub atau Israel ini berkembang biak, dan menjadi nenek moyang bangsa Yahudi, yang juga disebut Bani Israel (anak turun Israel).
Anak-anak Yaqub berjumlah dua belas orang, sepuluh orang dari istri pertama, dua orang lagi dari istri kedua, yaitu Yusuf dan Benyamin. Sepuluh anak Yaqub itu ialah Rubin, Simon, Lewi, Yahuda, Zebulon, Isakhar Dan, Gad, Asyar dan Naftali.
Karena berbagai kelebihan Yusuf, Yaqub sangat menyintai anaknya itu melebihi cintanya kepada anak-anaknya yang lain, dan hal ini mengundang rasa tidak enak pasa saudara-saudara tuanya dari istri pertama.
Lalu mereka bersekongkol untuk menyingkirkan Yusuf, tapi berkat lindungan Tuhan Yusuf bisa selamat. Yusuflah yang secara tidak langsung membawa Yaqub beserta seluruh keluarganya pindah ke Mesir, yang menjadi pusat peradaban dunia waktu itu.
Di Mesir inilah sebenarnya keturunan Yaqub atau Israel itu berkembang biak melalui anak-anaknya yang dua belas. Maka dari sinilah sebetulnya asal mula Bani Israel atau Bangsa Yahudi itu terbagi menjadi dua belas suku. Tapi Firoun yang dzalim itu merasa tidak senang terhadap keturunan Yaqub. Apalagi sebagian dari keturunan Yaqub itu menganut agama Taurat atau Monotheisme yang berlawanan dengan agama Mesir yang Mushrik atau Politheistik.
Nabi Dawud sebagai raja kerajaan Judea Samaria digantikan oleh anaknya, Nabi Sulaiman. Di bawah pimpinan Sulaiman bangsa Yahudi, anak turun Israel atau Nabi Yaqub ini mengalami jaman keemasan. Yerussalem dibangun dan pada dataran di atas bukit Zion yang menjadi pusat kota itu, didirikan pula tempat ibadah yang megah.
Orang Arab menyebutnya Haikal Sulaiman (Kuil Sulaiman, Solomon Temple), yang juga disebut al-Masjid al-Aqsa, "Masjid yang jauh dari Makkah". Sebagaimana kota Yerussalem, tempat masjid itu di kenal orang Arab sebagai al-Quds atau Bait al-Maqdis, Bait al-Muqoddas, yang semuanya berarti kota atau tempat suci.
Sayang, anak turun Nabi Yaqub itu terkenal sombong dan suka memberontak. Ini membangkitkan murka Tuhan yang pada gilirannya mereka harus menerima azab-Nya. Al-Quran sendiri menggambarkan betapa Bani Israel itu membuat kerusakan di bumi, berlaku angkuh, chauvinis, merasa paling unggul dan paling benar sendiri.
Peristiwa ini terjadi sekitar tujuh abad sebelum masehi, ketika bangsa Babilonia dipimpin Nebukadnezar datang menyerbu Yerussalen dan menghancurkan kota itu termasuk masjid Aqsa-nya.
Berkat pertolongan dan kebesaran Tuhan, bangsa Bani Israel bisa kembali lagi ke tanah Yerussalem. Tapi sekali lagi mereka bersikat congkak dan membuat kerusakan di muka bumi, maka Allah-pun menurunkan siksa-Nya untuk kedua kali pada tahun tujuh puluh masehi, karena dosa mereka menolak kerasulan Nabi Isa al-Masih dan menyiksa para pengikutnya.
Ini bisa dibuktikan ketika kaisar Titus dari Roma meratakan Yerussalem dengan tanah, dan menghancurkan lagi masjid Aqsa yang mereka bangun. Dari bangunan itu tidak ada yang tersisa kecuali Tembok Ratap (tempat orang-orang Yahudi meratapi nasib mereka). Akibat dosa itu orang Yahudi mengalami diaspora, mengembara di bumi terlunta-lunta sebab tidak bertanah air, dan hidup miskin di Geto-geto. Bangunan yang hancur itu dibangun kembali oleh umat Islam dan diwarisinya sampai sekarang.
Yerussalem jatuh ke tangan Arab Muslim pada jaman Umar bin Khattab. Ketika datang ke sana untuk menerima penyerahan kota itu, ia merasa kecewa sekali melihat tempat masjid Aqsa telah dijadikan pembuangan sampah oleh umat Nasrani yang ingin melecehkan agama Yahudi.
Umar beserta tentara Islam membersihkan tempat itu, menjadikan tempat salat dan mendirikan masjid sederhana. Masjid Umar itu diperbaharui menjadi bangunan megah oleh khalifah Abd al-Malik bin Marwan dari Bani Umayyah.
Kisah perjalanan Nabi Ibrahim dan anak cucunya ini dikedepankan dengan maksud untuk menyadarkan kita semua betapa tokoh yang disebut sebagai imam umat manusia ini mempunyai kaitan erat dengan agama Islam.
Dari Isa itu tampak bahwa antara Makkah dan Yerussalem ada hubungan yang sangat erat terutama hubungan antara agama Yahudi, Kristen dan Islam.
Menurut Nabi Muhammad, ada tiga kota suci yang dianjurkan kepada kaum Muslimin untuk mengunjunginya yaitu Makkah dengan masjid Haramnya, Madinah dengan masjid Nabawinya dan Yerussalem dengan masjid Aqsanya.
Karena itu ketika Nabi melakukan shalat yang harus menghadap Yerussalem sewaktu masih di Makkah, ia memilih tempat di sebelah selatan Kabah agar bisa menghadap ke Kabah sekaligus ke Sakhrah di Yerussalem.
Tetapi ketika pindah ke Madinah, ia tidak bisa melakukan hal itu sebab Madinah terletak di sebelah utara Makkah. Maka Nabipun mohon perkenan Tuhan untuk pindah kiblat dari Yerussalem ke Makkah. Perpindahan ini mengisyaratkan makna yang amat dalam bahwa Nabi mengajarkan dan mengajak manusia kembali ke agama Nabi Ibrahim yang asli, yang disimbulkan oleh Kabah sebagai peninggalannya yang terpenting.
Agama Nabi Ibrahim yang asli itu biasa disebut Agama Hanafiyah, dan Ibrahim adalah seorang yang hanif, yang artinya bersemangat kebenaran, dan Muslim yang berarti bersemangat pasrah dan taat kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.
Maka ketika Rasul Allah terlibat polemik dengan para penganut Agama Yahudi yang muncul melalui kerasulan Musa sekitar lima abad sesudah Nabi Ibrahim, dan penganut Agama Nasrani yang muncul sekitar tiga belas abad setelah Nabi yang sama, wahyu Tuhan kepada Muhammad menegaskan bahwa Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau seorang Nasrani, melainkan seorang yang hanif dan muslim.
Nabi dan para pengikutnya diperintahkan untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim yang hanif itu. Berkaitan dengan kesinambungan agam Ibrahim yang hanif itu, Tuhan sudah wanti-wanti kepada Nabi untuk menjaga keutuhan agama itu, tidak terpecah belah didalamnya, yaitu agama yang telah diwahyukan kepada Nabi Ibrahim, Musa dan Isa.
Sumber.

Racun Itu Bernama Agama?

"É Agama adalah keluhan makhluk yang tertekan, perasaan dunia tanpa hati, sebagaimana ia adalah suatu roh zaman yang tanpa roh. Ia adalah candu rakyat" (Karl Marx in introduction to the critique of Hegel's Philosophy,Oxford University; 1981)
Beberapa hari terakhir, ungkapan Karl Marx yang sangat populer di atas serasa terus menghantui pikiran. Tentu saja, hal ini tidak otomatis berarti saya adalah pengagum berat filsafat Marx. Tapi seandainya anda berada di siniÉbersama-sama kita menyaksikan tragedi demi tragedi yang telah meminta tumbal sekian ribu nyawa dan kemerdekaan manusia, mungkin anda akan digayuti keresahan yang sama.
Sebutlah dua tragedi sebagai misal: demonstrasi atas novel "Walîmah li A'syâbi al-Bahr" (Kenduri Rumput Laut) karya Haydar Haydar di Mesir, serta, Pembantaian ratusan santri Pondok Pesantren Wali Songo di Poso, Sulawesi Tengah. Tragedi yang disebutkan pertama malah menjadi catatan sejarah yang amat khas, terutama bagi bangsa Mesir pada umumnya serta pemerintahan Mubarak Khususnya.
Hari itu tanggal 9 Mei 2000, dini hari. Dalam gerombolan yang rapi dan menyemut, ribuan mahasiswa al-Azhar (yang asli Mesir) bergerak keluar dari asrama mereka. Angin malam yang bertiup cukup kencang tiada menyurutkan tekad mereka. Sebuah petaka, sebuah kenistaan harus dicegah: lewat seruan yang sangat heroik dan membuat bulu kuduk berdiri, mereka hendak menggagalkan niat kementerian budaya Mesir untuk menerbitkan novel "Kenduri Rumput Laut". Bagi mereka, novel karangan Haydar Haydar tersebut memang memuat ide-ide yang haram diungkapkan. Ia tidak hanya menghina Nabi Muhammad Saw.--sebagaimana Salman Rushdie, tapi lebih dari itu juga dianggap telah melecehkan Sang Khâliq: Allâh Swt. Bisa jadi, tidak semua demonstran yang berbaris menyemut itu telah membaca novel Haydar. Namun bagaimanapun, atas nama kehormatan agama, perkara ini harus tetap diselesaikan dengan cara "yang selayaknya".
Ketika hari semakin terang, barisan para demonstran tampak membesar. Konon jumlah mereka lebih dari lima ribu orang. Jalanan utama Nasr City, Cairo, dibuatnya macet total. Kali ini, para mahasiswi pun riuh bergabung. "Dengan nyawaÉdengan darahÉakan kami pertahankan kehormatan agama!!!" demikian histeria mereka memenuhi langit Nasr City. Pemerintahan Mesir yang relatif 'kurang memiliki jam terbang' menghadapi demonstrasi besar semacam ini, tampak panik. Tak kurang dari lima puluhan truk penuh dengan prajurit militer dikerahkan. Gas air mata dan peluru karet pun dihamburkan secara membabi-buta.
Agaknya, bagi pemerintah Mesir, cara yang ditempuh oleh para mahasiswa(i) ini merupakan sebuah bentuk "promosi kekacauan umum". Karena itulah mereka harus ditindak tegas. Sebaliknya, di mata para demonstran, pemerintah dianggap telah membiarkan sebuah petaka dan kenistaan berlangsung. Itu sebabnya mereka menggelar "parlemen jalanan" yang dirasa sebagai sebuah cara yang lebih terhormat.
Sementara tragedi kedua, terjadi nun jauh di bagian timur Indonesia sana. Di Desa Togolu, kecamatan Lage, yang semula damai dan tenteram. Motifnya ternyata sama: atas nama agama, sebuah kehormatan mesti ditegakkan dengan "cara yang layak". Apapun juga nama serta bentuknya. Dan sebuah tragedi yang amat memilukan pun tergelar: Umat Kristiani dengan persenjataan lengkap menyerang, membunuh, dan membantai ratusan santri di PP. Wali Songo, Poso. Konon, mayat yang sudah teridentifikasi saja mencapai 200 orang (Kompas,13 Juni 2000). Sedang ratusan santri Wali Songo lainnya melarikan diri ke hutan-hutan yang terdapat di sekitar pesantren, dalam keadaan terluka dan diliputi ketakutan.
Tentu saja, Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) ketiban sampur untuk menjelaskan motif yang melatar-belakangi tragedi ini. Setiap peristiwa memiliki motifnya sendiri-sendiri. Dan hanya sebuah motif yang wajarlah yang layak memperoleh kemakluman. Beberapa hari kemudian, lewat buku putih yang disebarkan secara luas, GKST menjelaskan bahwa peristiwa ini ibarat serial tragedi Poso jilid 3. Ia hanyalah sebuah rentetan yang terjadi secara alami akibat terbantainya 7 orang kristen, serta dibakarnya 4 bangunan gereja, pada tragedi Poso jilid 2.
Dalam surat dan dokumen setebal 24 halaman folio yang ditujukan kepada Komnas HAM, Ir. Advent Lateka, seorang tokoh kristen Poso, menulis sederet kalimat yang membakar, "Berikan kebebasan kepada kami membantu pemerintah untuk memburu provokator dan perusuh serta menindaknya sebagai jaminan pemulihan keamanan." Agaknya, di benak Lateka, dunia memang sudah tidak memberikan tempat lagi bagi kedamaian dan budaya hidup rukun serta berdampingan. Tapi bisa jadi, orang semacam Lateka salah. Sebab itulah tak lama berselang, dalam sebuah insiden, ia tewas ditembak Brimob polisi daerah Sulteng.
Dalam tragedi Haydar Haydar dan Poso di atas: dua kekecewaan, dua sakit hati, serta dua dendam tergambarkan secara vulgar. Kita seolah-olah dipaksa untuk kehilangan batasan-batasan yang jelas antara penganiayaan dan pembelaan diri; antara dendam dan kehormatan. Ironisnya, seperti yang terjadi pada banyak tragedi memilukan lainnya, anarki-anarki tersebut dibungkus dalam kemasan nilai-nilai agama yang luhur dan penuh rahmat.
Bila kita amati lebih jauh lagi, sedikitnya terdapat tiga faktor mendasar yang memicu pertikaian 'atas nama' agama tersebut. Yaitu secara berurutan: Pertama, kerancuan pemahaman mayoritas umat terhadap agama-agama yang dianutnya. Kerancuan ini tampaknya telah menjadi fenomena umum. Yakni, bahwa agama manapun --baik itu Islam, Kristen, dst.-- ternyata lebih dipandang sebagai simbol daripada sebagai sebuah al-dîn yang bersubstansikan keimanan. Dalam cara pandang semacam ini, agama menjadi tak lebih dari gugusan praktek jasmaniah dan ritus-ritus seperti sembahyang, nyanyian, puasa, semedi, upacara kematian, dst., yang kering akan nilai-nilai rohaniah.
Dampak yang kemudian harus kita tolerir adalah hilangnya kekuatan dan akses agama untuk menjadi penuntun dan control of life bagi para pemeluknya. Dalam konteks tersebut, Shalat -misalnya-- menjadi tak lagi mampu mencegah seorang muslim agar jangan sampai berbuat nista dan dosa. Sebagaimana firman Allâh Swt. "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari --perbuatan--perbuatan-- keji dan mungkar" (Qs. 29; 45). Dan begitu seterusnya dengan agama dan umat yang lain.
Kedua, keterikatan mayoritas umat terhadap agama yang dipeluknya ternyata cenderung didasari oleh ikatan emosional ketimbang ikatan keimanan. Relasi yang berkembang antara agama dan pemeluknya kemudian mengalami pergeseran dari tataran iman yang tumbuh secara organis dalam bingkai pengetahuan dan kesadaran yang utuh, menuju tataran fanatisme buta yang dilandasi oleh sentimen-sentimen serta emosi belaka.
Tataran yang disebutkan pertama, dapat dipastikan akan menuntun setiap umat beriman (apapun juga agamanya) untuk bisa berpikir lebih jernih dan objektif dalam menyikapi setiap permasalahan yang berkembang, berdasarkan ajaran-ajaran agamanya. Mereka inilah yang kemudian memiliki keniscayaan untuk membumikan nilai-nilai luhur dan penuh rahmat dari masing-masing agama yang dianut. Sementara tataran yang kedua cenderung menjerumuskan umat pada cara-cara pandang yang serba subjektif, egois, emosional, bahkan anarkis. Dalam perspektif seperti inilah agama sebagai the way of life akan jatuh pada posisi terendahnya. Ia hanya menjadi simbol yang mati, statis, serta hampa akan muatan nilai-nilai luhur. Pada fase selanjutnya, agama pun bisa menjelma sebatas identitas diri yang amat sensitif dan rawan akan pertikaian. Na'ûdzubillâh!!
Ketiga, adanya aspek-aspek eksternal (di luar) hubungan antar umat beragama per se, yang seringkali direkayasa oleh kalangan elit kekuasaan tertentu agar bisa menciptakan bentrokan di lapisan grass root umat beragama; demi mewujudkan kepentingan mereka. Faktor ini dapat kita lihat dari merebaknya berita tentang adanya "tangan setan" para provokator dari Jakarta dalam beberapa kasus kerusuhan antar umat beragama di daerah. Meskipun hanya sebatas rumor yang tak memiliki kekuatan hukum, sampai tingkatan tertentu hal tersebut perlu juga kita waspadai. Ibaratnya, seperti kata pepatah: tak ada asap bila tak ada api.
Maka upaya penyelesaian dari pertikaian antar umat beragama di Ambon, Maluku, Poso, dst., tidak hanya menghajatkan pemecahan keamanan semata. Penanganan keamanan oleh militer -itupun bila sunguh-sungguh- maksimal hanya menyentuh wilayah permukaan dari anatomi konflik ini secara integral. Begitu pengawasan keamanan kendor, besar kemungkinan pertikaian sejenis akan terulang kembali. Baik dalam skala yang persis sama dengan tragedi-tragedi yang pernah terjadi sebelumnya, atau bahkan dalam skala yang lebih besar dan meluas lagi.
Pada hakikatnya, penyelesaian pertikaian antar umat beragama memang lebih menghajatkan penanganan 'ke dalam'. Yakni, penanganan yang terfokus pada upaya peningkatan penghayatan setiap individu akan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam agamanya. Penanganan semacam ini memang kurang bersifat instant, tapi dijamin lebih kuat pengaruhnya dalam mewujudkan kerukunan yang hakiki antar umat beragama tersebut.
Sedikitnya, ada dua langkah yang bisa dilakukan dalam kerangka penanganan 'ke dalam' ini. Satu, mengubah cara pandang umat terhadap agama dari citra yang impersonal menuju citra yang personal. Dari sesuatu yang simbolistik menjadi sesuatu yang substantif. Karena, memang, hal yang paling esensial dari keberadaan suatu agama bukanlah penyelenggaraan ritus-ritus dan upacara praksis keagamaan lainnya; melainkan bagaimana nilai-nilai keluhuran, keadilan, kemanusiaan, rahmat dan kedamaian -yang notebene merupakan pesan pokok turunnya agama itu sendiri-bisa teraplikasi dalam keseharian para pemeluknya. Dalam wawasan agama Islam misalnya, Allâh Swt. Berfirman: "Dan bukanlah kebajikan itu memasuki rumah-rumah [kabah] dari pintu belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang-orang yang bertakwa " (Qs. 2; 189).
Agama bukanlah sekumpulan doktrin yang mati, statis, simbolis, ataupun utopis. Agama harus benar-benar dipahami sebagai kesatuan nilai-nilai tersebut di atas yang amat personal dan realistis. Sebab itulah penghayatan keagamaan yang baik bisa dilihat dari amal perbuatan, moralitas, serta praktek kehidupan sosial setiap umat.
Dua, mengembangkan dialog antar umat beragama. Sejauh ini, wacana dialog antar agama cenderung menjadi konsumsi kalangan elit umat beragama saja. Sementara pada tingkatan grass root umat, wacana ini relatif asing. Padahal, potensi konflik antar umat beragama justru menguat pada level akar rumput. Maka diperlukan pengembangan wacana dialog antar agama dengan lebih intens lagi melibatkan kalangan grass root umat.
Pada tahap awal, dialog tersebut bisa berupa kajian masing-masing umat terhadap ajaran agamanya tentang pesaudaraan, kemanusiaan, interaksi antar umat beragama, dst. Karena tohk pada setiap agama itu terdapat nilai-nilai universal yang bisa menyatukan persepsi setiap pemeluk agama yang berbeda akan hubungan sosial yang sehat dan wajar. Dan pada tahapan berikutnya, umat dari agama yang berbeda tersebut bisa mulai membicarakan permasalahan yang mereka hadapi secara bersama-sama, dalam format "kita" semua berbicara tentang "kita". Bukan lagi dalam format "kami" berbicara tentang "kalian".
Demikianlah, kita patut bersyukur bahwa pemerintah tampak semakin serius menangani konflik antar umat beragama di Maluku, Ambon, dst. Indikasi yang paling gres adalah dengan diberlakukannya keadaan darurat sipil di Propinsi Maluku dan Maluku Utara. Namun, seperti telah dipaparkan di muka, penanganan keamanan semacam ini hanya bersifat jangka pendek dan temporer belaka. Perlu penanganan yang lebih holistik, substansial, dan secara efektif bisa menyelesaikan persoalan hingga ke akar-akarnya. Salah satu bentuknya adalah dengan melakukan revitalisasi pennghayatan umat terhadap ajaran-ajaran agamanya sebagai sebuah kesatuan nilai-nilai luhur dan moralitas yang dinamis. Sebab bila hal ini tidak dilakukan, dan anarkisme 'atas nama' agama terus-menerus berlanjut, betapa dengan segenap kegetiran kita harus menerima kata-kata Marx bahwa agama itu adalah candu. Bahkan mungkin racun yang akan menghancurkan kehidupan para pemeluknya. Selamat belajar, berjuang dan berdoa...!
Sumber.

Michael Servetus (dari Catatan Pinggir jilid 4 oleh Goenawan Mohamad)


Iman --atau bagaimana iman itu ditafsirkan-- terkadang bukan lagi sebuah cahaya lampu yang menemani kita dalam perjalanan mencari; ia menjadi lidah api, yang menyala, membakar, kuat, kuasa, gagah, tapi juga pongah.
Terutama ketika masa terasa gelap.
Seperti di sebuah hari musim gugur di tahun 1553. Michael Servetus, seorang ahli agama asal Spanyol, dihukum mati di bukit Champel, di selatan Kota Jenewa. Ia diikat ke sebuah tiang, dan dibakar pelan-pelan. Ia tewas kesakitan dengan jangat yang jadi hitam, hangus.
Apa salahnya? Ia menulis buku, ia menulis surat, ia berpendapat. Tetapi ia punya kesimpulannya sendiri tentang Tuhan, dan sebab itu mengusik para penjaga iman Protestan di Jenewa, kota yang telah jadi sebuah teokrasi yang lebih keras ketimbang Roma. Adalah Jean Calvin sendiri yang menyeret Servetus ke dalam api. Pelopor dahsyat dari Protestantisme itulah yang memimpin Jenewa ke suatu masa ketika iman sama artinya dengan ketidaksabaran.
Servetus sebenarnya hanya salah satu suara yang mengguncang, di zaman ketika doktrin retak-retak seperti katedral tua yang digocoh gempa. Ia lahir di Villanueva, Spanyol, mungkin di tahun 1511. Ia bermula belajar ilmu hukum di Toulouse, Prancis. Di sini ia menemukan injil, yang ia baca "seribu kali" dengan haru. Tapi kabarnya ia juga membaca Quran dan terpengaruh oleh Yudaisme, dan sebab itu sangat meragukan doktrin Trinitas. Marin Luther menjulukinya "Si Arab".
Di tahun 1531 ia menerbitkan bukunya, De Trinitatis erroribus libri vii. Konon ia mengemukakan bahwa inilah arti Yesus sebagai "Putra Allah": Tuhan Bapa mengembuskan Logos ke dalam dirinya, tapi Sang Putra tak setara dengan Sang Bapa. Seperti dikutip oleh Will Drant dalam jilid ke-6 The Story of Civilization, bagi Servetus, Yesus "dikirim oleh Sang Bapa dengan cara yang tak berbeda seperti salah seorang Nabi".
Ditulis dalam usia 20-an tahun, dengan bahasa Latin yang masih kaku, buku itu cukup membuat amarah para imam Katolik dan pemimpin Protestan sekaligus, di tengah suhu panas (dan berdarah) yang menguasai mereka. Di tahun 1532, Servetus pun buru-buru pindah ke Prancis.
Tapi di sana ia dihadang. Badan Inkuisisi Gereja Katolik -- yang bertugas mengusut lurus atau tidaknya iman seseorang, dengan cara menginterogasinya dan kalau perlu menyiksanya -- mengeluarkan surat perintah penangkapan. Servetus lari lagi sampai Wina, dengan nama samaran Michel de Villeneuve. Selama itu ia berhasil menguasai ilmu kedokteran, tetapi ia toh selalu ingin mengemukakan pendapatnya tentang agama. Di tahun 1546 ia menyelesaikan Christianismi Restitutio, dan mengirim naskahnya ke Calvin. Mungkin ia ingin menunjukkan oposisinya terhadap tafsir Calvin atas injil. Bagi Servetus, Tuhan tak menakdirkan sukma manusia ke neraka. Baginya, Tuhan tak menghukum orang yang tak menghukum dirinya sendiri. Iman itu baik, tetapi Cinta Kasih lebih baik.
Calvin, yang memandang Tuhan seperti yang tergambar dalam Perjanjian Lama -- angker dan penghukum -- tak melayani Servetus. Ia hanya mengirimkan karyanya, Christianae religionis institutio. Servetus pun mengembalikannya -- dengan disertai catatan yang penuh hinaan, disusul dengan serangkaian surat yang mencemooh. "Bagimu manusia adalah kopor yang tak bergerak, dan Tuhan hanya sebuah gagasan ganjil dari kemauan yang diperbudak". Calvin tak bisa memaafkan cercaan ini.
Calvin pula, lewat orang lain, yang memberitahu padri inkuisitor di Prancis tentang tempat bersembunyi Servetus. Kerja sama Protestan-Katolik yang tak lazim ini yang akhirnya membuat Servetus tertangkap di Wina. Ia memang berhasil melarikan diri. Tapi nasibnya sudah diputuskan: pengadilan sipil Wina, dengan napas Gereja Katolik, memvonisnya dengan hukuman bakar bila tertangkap.
Anehnya ia lari ke Jenewa, tempat Calvin berkuasa. Mungkin Servetus berpikir bahwa orang protestan, yang di Prancis dianiaya karena berbeda keyakinan, akan lebih toleran di kota itu. Tapi tidak. Mereka membakarnya.
Calvin kemudian membela kekejaman di bukit Champel itu dengan sebuah argumen yang kita kenal: Aku beriman kepada Kitab Suci, maka akulah yang tahu kebenaran itu. Yang tak sama dengan aku adalah musuh ajaran, musuh Tuhan, harus ditiadakan.
Argumen dengan api itu masih bisa kita dengar kini, dalam pelbagai versinya, dalam pelbagai agama, meskipun di tahun 1903, seperti sebuah sesal, sebuah monumen untuk Servetus dibangun di bukit Champel. Salah satu donaturnya: gereja Protestan yang dulu dipimpin Calvin. Tampaknya manusia sudah lebih sadar tentang kerumitannya sendiri, sedikit.
20 Februari 1993, Sumber.

Muhammad adalah Nabi umat Hindu

New Delhi, India
Seorang professor bahasa dari ALAHABAD UNIVERSITY INDIA dalam salah satu buku terakhirnya berjudul "KALKY AUTAR" (Petunjuk Yang Maha Agung) yang baru diterbitkan memuat sebuah pernyataan yang sangat mengagetkan kalangan intelektual Hindu.
Sang professor secara terbuka dan dengan alasan-alasan ilmiah, mengajak para penganut Hindu untuk segera memeluk agama Islam dan sekaligus mengimani risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw, karena menurutnya, sebenarnya Muhammad Rasulullah saw adalah sosok yang dinanti-nantikan sebagai sosok pembaharu spiritual.
Prof. WAID BARKASH (penulis buku) yang masih berstatus pendeta besar kaum Brahmana mengatakan bahwa ia telah menyerahkan hasil kajiannya kepada delapan pendeta besar kaum Hindu dan mereka semuanya menyetujui kesimpulan dan ajakan yang telah dinyatakan di dalam buku. Semua kriteria yang disebutkan dalam buku suci kaum Hindu (Wedha) tentang ciri-ciri "KALKY AUTAR" sama persis dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh Rasulullah Saw.
Dalam ajaran Hindu disebutkan mengenai ciri KALKY AUTAR diantaranya, bahwa dia akan dilahirkan di jazirah, bapaknya bernama SYANUYIHKAT dan ibunya bernama SUMANEB. Dalam bahasa sansekerta kata SYANUYIHKAT adalah paduan dua kata yaitu SYANU artinya ALLAH sedangkan YAHKAT artinya anak laki atau hamba yang dalam bahasa Arab disebut ABDUN.
Dengan demikian kata SYANUYIHKAT artinya "ABDULLAH". Demikian juga kata SUMANEB yang dalam bahasa sansekerta artinya AMANA atau AMAAN yang terjemahan bahasa Arabnya "AMINAH". Sementara semua orang tahu bahwa nama bapak Rasulullah Saw adalah ABDULLAH dan nama ibunya MINAH.
Dalam kitab Wedha juga disebutkan bahwa Tuhan akan mengirim utusan-Nya kedalam sebiuah goa untuk mengajarkan KALKY AUTAR (Petunjuk Yang Maha Agung). Cerita yang disebut dalam kitab Wedha ini mengingatkan akan kejadian di Gua Hira saat Rasulullah didatangi malaikat Jibril untuk mengajarkan kepadanya wahyu tentang Islam.
Bukti lain yang dikemukakan oleh Prof Barkash bahwa kitab Wedha juga menceritakan bahwa Tuhan akan memberikan Kalky Autar seekor kuda yang larinya sangat cepat yang membawa kalky Autar mengelilingi tujuh lapis langit. Ini merupakan isyarat langsung kejadian Isra' Mi'raj dimana Rasullah mengendarai Buroq
Dikutip buletin Aktualita Dunia Islam no 58/II Pekan III/februari 1998.
Sumber.

ETIKA KONVERSI KEAGAMAAN

PRAJNA JOURNAL APRIL - JUNE 1999 VOLUME 3 NUMBER 2   The Ethics of Religious Conversions - Dr. David Frawley   Konversi telah selalu menjadi sebuah topik yang mengemuka, jika tidak membakar emosi kemanusiaan kita. Lagi pula, misionaris mencoba untuk meyakinkan seseorang untuk mengubah keyakinan agamanya yang mana menyangkut masalah- masalah paling utama tentang kehidupan dan kematian, arti penting dari keberadaan kita. Dan misionaris biasanya merendahkan nilai dari keyakinan seseorang yang sekarang, yang mana bisa dalam bentuk komitmen pribadi yang kuat atau tradisi kebudayaan keluarga yang panjang, menyebutnya lebih rendah, salah, berdosa atau bahkan kekeliruan yang akut.   Pernyataan-pernyataan seperti itu sulit dianggap beradab atau berbudi bahasa dan sering menghina dan merendahkan. Misionaris tidaklah datang dengan sebuah pikiran terbuka untuk suatu diskusi yang tulus dan dialog yang memberi dan menerima, tetapi pikirannya telah berkesimpulan terlebih dahulu dan mencari jalan untuk memperdaya yang lain dengan pandangannya, sering bahkan sebelum ia sendiri tahu apa sebenarnya yang diyakini dan dilakukannya.   Adalah sulit untuk membayangkan pertemuan antar manusia yang lebih penuh tekanan terbebas dari kekerasan fisik yang nyata. Kegiatan misionaris selalu memegang kekerasan psikologis yang terkandung didalamnya, bagaimanapun bijaksananya hal itu dilakukan. Ia diarahkan pada pengalihan pikiran dan hati dari orang-orang menjauh dari agama asli mereka kepada suatu agama yang secara umum tidak bersimpati dan bermusuhan dengannya.   Dalam artikel ini saya akan mengarahkan konversi dan aktifitas misionaris terutama pada Kristen, yang telah begitu umum digunakan dan ditekankan untuk penggunaannya. Sebenarnyalah sulit untuk membayangkan agama Kristen terpisah dari kegiatan misionaris, yang telah menjadi tulang punggung dari keyakinannya sepanjang sebagian besar sejarahnya. Kristen telah terutama menjadi sebuah agama yang berpandangan keluar mencoba mengkonversi dunia. Dalam proses ini ia jarang terbuka terhadap dialog yang nyata dengan agama-agama lainnya. Ia jarang menguji alasan-alasannya sendiri atau kerusakan disebabkan oleh kegiatan misionaris seperti itu, meskipun bahkan sejarah dari aktifitas misionarisnya telah dinodai dengan tidak adanya toleransi, pembantaian etnis dan penghancuran bukan saja pribadi-pribadi tapi juga seluruh kebudayaan.   Namun banyak dari diskusi ini berlaku untuk Islam juga, yang mana sama-sama dengan Kristen memiliki acara untuk mengkonversi dunia kepada keyakinannya sendiri. Sebagai seorang Amerika yang tumbuh sebagai seorang Katolik dan yang bersekolah di sekolah Katolik dan kemudian beradaptasi untuk menerima ajaran-ajaran spiritual berdasarkan Hindu, saya mungkin dapat memberikan sudut yang berbeda tentang topik ini yang diharapkan akan memberi dasar untuk pemikiran baru. Saya telah harus menerobos banyak hal-hal keagamaan yang tidak toleran dan prasangka untuk membuat perubahan yang telah saya lakukan.     Konversi dan Bisnis Misionaris   Pertama-tama mari kita definisikan apa yang kita maksud dengan konversi. Mari kita segera secara jelas membedakan antara konversi atau perubahan keyakinan- keyakinan yang terjadi dalam suatu pertukaran kemanusiaan dalam suatu diskusi yang bebas dan terbuka yang bertolak belakang dengan mengorganisasikan usaha- usaha pengkonversian yang menggunakan keuangan, media atau bahkan tekanan bersenjata. Bahwa pribadi-pribadi tertentu bisa saja mempengaruhi pribadi- pribadi lainnya untuk menerima suatu keyakinan agama atau yang lain telah jarang menjadi masalah. Semestinya ada diskusi dan debat yang terbuka dan bersahabat tentang agama seperti halnya dengan ilmu pengetahuan. Namun ketika satu agama menciptakan suatu program pengkonversian dan memobilisasi sumber- sumber daya besar untuk tujuan itu, dengan sasaran kelompok-kelompok tanpa prasangka, miskin atau tidak terorganisasi, itu bukan lagi sebuah diskusi yang bebas. Itu adalah penyerangan ideologi. Itu adalah sebuah bentuk dari kekerasan agama dan tiadanya toleransi.   Usaha-usaha konversi yang terorganisasi adalah sama sekali hal yang berbeda dari pada dialog umum dan pertukaran antara para anggota dari komunitas- komunitas keagamaan yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari, atau bahkan dari pada diskusi-diskusi yang terorganisasi dalam forum-forum atau lingkungan- lingkungan akademis. Aktifitas konversi yang terorganisasi adalah seperti tentara terlatih menyerbu suatu negara dari luar. Tentara misionaris ini kerap kali masuk kedalam kelompok-kelompok di mana ada sedikit penolakan terorganisasi terhadapnya, atau bahkan mungkin tidak sadar akan kekuatan atau tujuan-tujuannya. Ia bahkan akan mengambil keuntungan dari komunitas-komunitas yang toleran dan memiliki pemikiran terbuka tentang agama dan menggunakannya untuk mempromosikan program misionaris yang menghancurkan toleransi ini.   Usaha-usaha konversi terorganisasi seperti itu sering berjalan dengan nama evangelisasi. Gereja Katolik menggunakan istilah ini untuk usaha-usaha konversinya yang berlangsung lama. Orang-orang Kristen Protestan yang fundamentalist menyebut gerakan mereka gerakan evangelis. Evangelis terdengarnya lebih bagus dan lebih memuliakan dibandingkan konversi. Tapi mari kita buat lebih jelas masalahnya. Tujuan Evangelis adalah untuk mengkonversi (mengubah) seluruh dunia ke dalam keyakinan Kristen, yang mana secara alamiah mengandung arti penolakan terhadap agama-agama lainnya. Gerakan evangelis seperti itu memiliki strategi-strategi konversi dunia dan program-program untuk membidik India dan orang-orang Hindu wilayah demi wilayah, suku demi suku, bahkan desa demi desa. Mereka melacak dan menyimpan angka-angka mereka yang telah terkonversi dan menandai mereka pada kolom kemenangan sebagai keuntungan untuk Kristus.   Konversi terorganisasi dan usaha-usaha evangelis tidak tertarik pada dialog atau mengambil pelajaran dari kelompok-kelompok agama lain. Organisasi- organisasi seperti itu telah membuat kesimpulan dalam pikirannya bahwa milik mereka adalah keyakinan yang merupakan kebenaran dan mereka tidak iklas untuk mengijinkan persamaan terhadap keyakinan lain manapun. Dialog nyata hanya dimungkinkan ketika ada persamaan dan keterbukaan pikiran. Ini tidak dapat muncul antara keyakinan misionaris dan keyakinan yang menjadi sasarannya melebihi antara pemburu dan buruannya. Jika misionaris-misionaris memulai dialog itu adalah untuk mempromosikan konversi atau untuk melindungi yang telah mereka ubah keyakinannya. Misionaris tidaklah akan mengubah pikirannya, percaya bahwa ia mungkin salah tentang sesuatu hal atau menerima sudut pandang lain apapun yang mungkin mengkompromikan agenda konversinya.   Bisnis misionaris masih tetap salah satu yang terbesar di dunia dan memiliki pendanaan yang luar biasa besar pada banyak tingkatan. Bagaikan banyak perusahaan-perusahaan besar multinational dengan kelompok-kelompok berbeda Katolik, Protestan dan Evangelis terlibat. Ada karyawan-karyawan kerja penuh dan organisasi-organisasi mengalokasikan uang, membuat histeria media, membuat konspirasi strategi-strategi dan mencoba menemukan cara baru untuk mempromosikan konversi. Agama lokal yang asli memiliki kesempatan yang kira- kira sama terhadap penyerangan-penyerangan multinasional seperti itu seperti halnya penjual makanan lokal alami jika McDonald's bergerak masuk kedalam lingkungannya dengan kampanye iklan yang hebat dan dana yang cukup menyasar pelanggannya. Namun demikian meskipun banyak negara-negara dunia ketiga memiliki kebijakan-kebijakan pemerintah untuk melindungi bisnis-bisnis lokal, mereka biasanya tidak memiliki mekanisme pengaman untuk melindungi agama local.   Sesungguhnya, kegiatan misionaris adalah seperti perang ideologi. Ia begitu sistematis, termotivasi, dan terarah. Ia bahkan dapat tampak menyamai sebuah penyerangan bersama-sama menggunakan media, uang, orang-orang dan pertunjukan- pertunjukan umum untuk memberi daya tarik kepada masa dengan cara yang mempengaruhi perasaan. Karenanya, dengan aktifitas misionaris kita tidak berbicara tentang acara-acara yang tidak terencana, spontan atau acara-acara yang berdiri sendiri. Kita berbicara tentang upaya-upaya keagamaan kearah penaklukan dunia yang benar-benar senang untuk menghentikan tradisi-tradisi keagamaan lainnya, yang tampak membangun satu jenis agama untuk seluruh umat manusia yang mana keaneka ragaman dari agama-agama manusia direndahkan dan dilupakan.   Wilayah-wilayah dimana kegiatan misionaris telah berhasil telah melihat tradisi-tradisi mereka yang lebih tua direndahkan atau dihancurkan, apakah itu orang-orang "pagan" (tidak mengikuti sistem agama, "penyembah berhala" atau "belum mendapat pencerahan") Eropah, penduduk asli Amerika, atau bangsa Arab sebelum Islam. Agama Hindu tampaknya akan jatuh ke dalam penyingkiran jika ia kalah pertempuran dengan agama-agama misionaris, seperti halnya agama Hindu di wilayah Islam Pakistan, yang lenyap.   Kegiatan misionaris dan konversi, karenanya, bukanlah tentang kebebasan beragama. Ia adalah tentang upaya dari satu agama untuk membumihanguskan semua yang lain. Tingkah laku eksklusif seperti itu tidak dapat mempromosikan toleransi atau pengertian atau menyelesaikan ketegangan-ketegangan kelompok. Misionaris hendak menghentikan pluralisme, pilihan dan kebebasan beragama. Ia ingin satu agama, miliknya sendiri, untuk semua orang dan akan mengorbankan hidupnya oleh sebab itu.   Kemerdekaan sejati dari agama hendaknya termasuk kemerdekaan dari konversi. Misionaris adalah seperti pedagang menyasar orang-orang dalam rumah-rumah mereka atau seperti penyerbu mencari kemenangan. Kegiatan mengganggu seperti itu bukanlah hal yang benar dan itu tidak dapat mempromosikan harmoni sosial. Pada kenyataannya, orang-orang mestinya memiliki hak untuk tidak diganggu oleh misionaris kecuali mereka sendiri mencarinya. Kami di Barat terganggu oleh misionaris-misionaris lokal seperti Jehovah's Witnesses yang sering datang mendesak di pintu-pintu kami. Dapatkah seseorang membayangkan kebingungan yang dapat diakibatkan oleh mereka terhadap beberapa orang miskin di Asia? Sekali melewati pintu, sulit untuk membuat mereka keluar.   Kebebasan beragama semestinya bukan menjadi ijin untuk suatu negara atau suatu komunitas untuk melancarkan perang agama terhadap yang lain. Bahkan jika perang konversi ini diperlunak dengan sumbangan-sumbangan kedermawanan adalah tetap bermusuhan dalam tujuannya dan menghancurkan dalam tindakannya.     Sejarah Konversi.   Mari kita lihat pada sejarah konversi, bagaimana ia timbul dan telah berbentuk bagaimana setelah sekian waktu. Konversi yang terorganisasi dalam skala masal hampir tidak ada dimanapun di dunia sebelum kedatangan Kristen sekitar dua ribu tahun yang lalu. Ia terutama menjadi kuat setelah Kerajaan Roma menjadi Kristen pada abad keempat. Ini menghasilkan Gereja Roma atau Gereja Kerajaan yang menggunakan sumber daya kerajaan, termasuk tentara, untuk mempromosikan agama, yang adalah institusi negara. Gereja dan negara menjadi terikat erat dan salah satu digunakan untuk menjaga yang lain. Aliansi gereja dan negara ini tampil baik hingga Jaman Pertengahan dan hingga abad kesembilanbelas kepelosok sebagian besar Eropah.   Di abad ketujuh, Islam membawa sebuah agama yang mana gereja dan negara, atau agama dan politik tidak hanya sederhananya bekerja sama tapi menjadi sama, dengan Kalifah berfungsi baik sebagai kepala agama maupun sekuler dari kerajaan. Keadaan tidak terpisahkan antara agama dan politik berlanjut di sebagian besar negara-negara Islam saat ini, termasuk Pakistan, yang mana telah melangkah sedemikian jauh baru-baru ini untuk mengumumkan Al Quran sebagai hukum tertinggi di wilayahnya, meskipun itu bukanlah buku hukum sekuler atau buku hukum jenis apapun. Dapatkah dibayangkan sebuah negara Barat memproklamasikan alkitab sebagai hukum wilayahnya? Namun demikian gereja mendominasi hukum-hukum Eropah selama berabad-abad.   Sebelum menerima Kristen, Roma memiliki agama negaranya namun ini ada terutama sebagai sebuah pertunjukan untuk maksud politis - pemujaan sang Raja. Roma mentoleransi semua agama-agama lain selama mereka memberi dukungan nominal dan politik terhadap agama negara. Orang-orang Romawi menindas orang-orang Kristen bukan karena mereka tidak toleran terhadap perbedaan agama tetapi karena mereka mengharap seluruh kelompok keagamaan untuk setidaknya mampu menyumbang pengakuan nominal untuk agama negara, yang mana orang-orang Kristen menolak melakukannya.   Ketika Kristen menjadi agama negara, karena keyakinan bahwa hanya ia sendirilah agama yang benar, toleransi terhadap agama-agama lain berahir di Kerajaan Romawi. Kuil-kuil pagan dan sekolah-sekolah ditutup, jika tidak diganti dengan gereja-gereja atau bahkan dihancurkan, termasuk penutupan Akademi Plato yang penting di Athena pada abad keenam. Paganisme dalam segala bentuknya pada akhirnya dilarang sebagai tidak saja salah, tapi juga tidak bermoral dan ilegal. Pagan, atau bahkan kelompok-kelompok tidak ortodoks, terus ditindas di Eropah hingga para penyihir di Abad Pertengahan, yang mana mengakibatkan tewasnya jutaan atas nama agama dan melindungi gereja.   Pada jaman kolonial, aktifitas misionaris-misionaris kristen menyebar keseluruh dunia dan membawa bersamanya kekerasan yang luas dan tiadanya toleransi yang melanjutkan perang anti-pagan sebagai bagian dari kolonialisme. Upaya-upaya misionaris di jaman penjajahan, dengan beberapa pengecualian, menyumbang terhadap, atau membawa, pembasmian penduduk asli secara besar-besaran tidak hanya di Amerika tapi juga di Afrika dan Asia. Penduduk asli mendapati agama-agama mereka dilarang, tempat-tempat suci mereka dihancurkan atau diambil alih oleh orang-orang Kristen. Sejarah orang-orang Spanyol di Mexico dan Peru di abad keenambelas setara dengan Nazi di abad ini, jika tidak lebih buruk, menghancurkan dan merampas sebuah benua atas nama dan atas restu gereja. Proses penjajahan misionaris ini mencapai puncaknya pada abad sembilan belas, yang mana penduduk asli Afrika adalah kelompok utama sasaran pembantaian etnis, dan hanya saat ini secara perlahan berkurang. Meskipun demikian, kelompok-kelompok misionaris telah melakukan sedikit untuk meminta maaf lebih sedikit lagi untuk memperbaiki akibat kekerasan dan kebencian dihasilkan oleh lima ratus tahun penjajahan, dan yang mana menghancurkan banyak agama-agama tradisional dan kebudayaan-kebudayaan.   Kenyataannya penjajahan belum benar-benar berahir tapi baru-baru ini telah lebih mengambil bentuk ekonomi dibandingkan militer, berbarengan dengan Westernisasi bersama jalur ekonomi. Karena Kristen adalah agama Barat yang dominan, ia terus menggunakan ekspansi ekonomi dari budaya Barat saat ini untuk mempromosikan agenda-agenda konversinya. Sumber daya finansial yang lebih besar serta dominannya media Barat memberikan Kristen keunggulan yang besar dalam pertemuan keagamaan dan sosial di seluruh dunia. Bahkan jika itu adalah pertanyaan untuk sebuah Kristen minoritas di sebuah wilayah didominasi oleh agama bukan Kristen, orang-orang bukan Kristen sering tidak memiliki keunggulan dalam hal uang dan media melalui dukungan Barat dimiliki oleh Komunitas Kristen, terutama yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan konversinya.   Kendatipun sebagian besar negara-negara di dunia kini sekuler, hal ini tetap belum menciptakan sebuah tingkatan ladang bermain dalam bidang agama. Agama- agama Barat tetap mengambil sebuah peran agresif, tiadanya toleransi, jika tidak sebagai pemangsa terhadap keyakinan-keyakinan bukan Barat. Mereka menggunakan keunggulan finansial dan media, termasuk pemasaran masal, untuk mempromosikan agenda konversi mereka. Meskipun kegiatan misionaris menjadi kurang terbuka setelah berakhirnya era penjajahan, ia tetap berlangsung. Dan kita tidak dapat melupakan sejarah berdarah dari kegiatan misionaris atau potensinya terhadap kekacauan, kekerasan dan penghancuran jika keadaan kembali muncul.   Alasan utama atas adanya sekularisme dan kebebasan keagamaan di Barat bukan karena Kristen tapi sebagai hasil dari tradisi sekular Yunani-Romawi yang lebih tua yang pagan pada sifatnya dan berupaya untuk menegaskan kembali posisinya terhadap tiadanya toleransi Kristen setelah Renaissance. Sayangnya, negara-negara barat jauh kurang membedakan Kristen untuk ekspor dan agresi misionarisnya dari pada kegiatan-kegiatan mereka di Barat. Sementara Kristen umumnya teredam di Barat, di mana hanya sedikit orang yang tekun beriman atau mengambil agama secara serius, agresi lama abad pertengahan dan tiadanya toleransi dengan mudah muncul dalam lingkaran misionaris di luar negeri.     Motifasi Dibalik Konversi   Apakah motifasi dibalik kegiatan-kegiatan misionaris? Mengapa seseorang mesti hendak mengubah yang lain ke dalam keyakinan agamanya? Dalam dunia yang beraneka ragam, seperti halnya di mana kita tinggal, ada banyak jenis kebudayaan, seni, bahasa, bisnis dan agama yang menyumbang banyak terhadap kekayaan suatu masyarakat. Mengapa kita mesti menuntut setiap orang menjadi seperti kita dalam segala hal, termasuk agama? Bukankah keaneka ragaman ini benar-benar suatu keindahan dari kebudayaan dan warisan lebih penting dari kemanusiaan kita?   Jelaslah misionaris yang mencoba mengkonversi mesti percaya bahwa orang-orang lain tidak dapat mencapai tujuan hidupnya dengan agama lain apapun selain yang ia sebarkan. Jika tidak mestinya tidak perlu untuk mengkonversi setiap orang. Dan umumnya, misionaris tidak hanya mengumumkan bahwa ia memiliki sesuatu yang baik atau lebih baik, seperti seseorang yang menemukan bola lampu yang lebih baik. Ia biasanya mengklaim bahwa agamanya adalah satu satunya keyakinan yang benar dan yang lain apakah lebih rendah, ketinggalan jaman, atau singkatnya salah.   Seseorang dapat mendebat karenanya bahwa mentalitas konversi adalah pada hakekatnya tanpa toleransi. Kalau saya mengakui bahwa banyak agama adalah baik dan keyakinan agama mestinya mencapai tujuan dengan bebas dan tanpa gangguan, maka saya tidak akan membuat sebuah organisasi besar untuk mengkonversi orang-orang lain ke keyakinan saya dan mendorong mereka melepaskan apa yang telah dimilikinya. Hanya ideologi keagamaan yang tanpa toleransi dan eksklusif memerlukan konversi atau mendanainya dalam skala besar.   Singkatnya aktifitas konversi adalah anti-sekuler. Ia tidak mentoleransi perbedaan-perbedaan agama yang harus ada dalam sebuah masyarakat yang benar- benar sekuler melainkan mengarah ke penghapusan mereka. Ironisnya adalah bahwa hukum sekuler memberikan kemerdekaan agama yang mebiarkan aktifitas konversi terus berlangsung. Misionaris yang suatu saat menggunakan tentara penjajah untuk mempromosikan agenda-agenda konversi mereka sekarang mempertahankan mereka setelah jaman penjajahan dibawah penyamaran kemerdekaan agama. Kelompok yang menghindari atau membatasi kebebasan agama ketika ia berkuasa pada jaman penjajahan, sekarang menggunakan kebebasan agama untuk mempertahankan misionaris-misionaris yang sama itu berlangsung! Ini ironis sekaligus tidak jujur!   Umumnya, upaya-upaya misionaris adalah lebih kuat hingga tingkatan bahwa misionaris menentang agama-agama yang mana orang-orang telah menganutnya. Strategi lama Kristen yang dominan, yang mana kelompok-kelompok protestan masih mempromosikannya, adalah untuk merendahkan keyakinan bukan-Alkitab sebagai barbar, atau buatan setan. Misionaris-misionaris evangelis masih mengidentikkan agama Hindu dengan persembahan setan. Pat Robertson dan Jerry Falwell, dua dari pemimpin-pemimpin evangelis Amerika yang paling berpengaruh mengatakan ini berulang-ulang, seperti halnya para pengikutnya, dan mereka mensponsori kegiatan misionaris di India juga. Secara alamiah ini memberikan misionaris banyak keteguhan dan intensitas, menyelamatkan jiwa-jiwa dari cengkeraman kejahatan dan mengusir setan-setan.   Misionaris yang demikian menggebu tak terhindarkan menyebarkan salah pengertian, racun dan kebencian dalam masyarakat. Kalau saya mempromosikan ide bahwa agama anda adalah karya setan, dapatkah saya dianggap sebagai seorang teman atau yang mengharapkan kebaikan pada komunitas anda? Dapatkah pandangan-pandangan seperti itu menolong komunitas anda untuk memahami diri sendiri atau mengharmoniskan kembali perbedaan-perbedaan komunitas?   Saat ini adalah melanggar hukum di sebagian besar negara-negara untuk mempromosikan kebencian rasial, untuk memanggil seseorang dari ras apapun lebih rendah atau ciptaan setan (yang mana Kristen kulit putih gunakan untuk memanggil orang-orang hitam hingga baru-baru ini). Namun orang-orang Hindu masih tetap dapat direndahkan sebagai politeis, penyembah patung dan penyembah setan. Ini dibiarkan dibawah kebebasan agama, meskipun ini jelas-jelas menimbulkan ketidak percayaan, jika bukan kebencian dan ia sendiri penuh prasangka. Pernyataan-pernyataan penuh prasangka yang tidak dibolehkan tentang ras diijinkan tentang agama, dan misionaris umumnya menerapkan pernyataan- pernyataan merendahkan ini.   Kenyataannya sebagian besar orang-orang Kristen memandang agama Hindu seperti agama-agama pagan yang mana orang-orang Kristen awal harus atasi, orang-orang Romawi, Yunani, Celtic, Mesir dan agama-agama Babilonia, yang memang banyak memiliki kesamaan dengan Hindu. Menyamakan orang-orang Hindu dengan penyembah patung menurut Alkitab menimbulkan sejarah agresi misionaris dan konflik keagamaan. Kebanyakan orang-orang Kristen seperti itu tidak pernah secara serius atau dengan pikiran terbuka mempelajari agama Hindu atau keyakinan- keyakinan pagan yang lain. Mereka hanya sedikit mengerti Yoga dan Vedanta atau tradisi-tradisi besar spiritual Hindu dan Buddha. Mereka lebih memilih untuk menyoroti persembahan Hindu terhadap Tuhan bahkan dalam bentuk-bentuk hewan seperti Hanuman sebagai bentuk tahayul atau kegelapan.   Gereja Katolik sedikit lebih diplomatis saat ini. Ia sekarang memberi tahu orang-orang Hindu bahwa agama mereka mungkin memiliki suatu nilai tapi Kristen bahkan lebih baik! Pandangan seperti itu sedikit lebih toleran namun tidak dapat juga dikatakan tulus. Jika orang-orang Katolik tidak lagi percaya bahwa Hindu adalah sebuah agama setan, seperti promosi mereka sampai baru-baru ini, mereka semestinya meminta maaf pada orang-orang Hindu untuk opini-opini salah mereka dan masalah-masalah yang mestinya disebabkan oleh hal-hal tersebut.   Orang-orang Hindu yang peka hanya bisa melihat terhadap Katolik setelah jaman penjajahan yang lebih toleran sebagai sebuah upaya untuk mempertahankan keunggulan gereja pada jaman yang secara politis kurang menguntungkan. Orang- orang Katolik mengatakan mereka menghargai filosofi-filosofi spiritual india, yang mana mereka selama berabad-abad terlewat untuk mengenalinya, namun tetap merasakan perlu untuk mengkonversi orang-orang Hindu ke agama mereka. Penghargaan semacam apakah itu?     Ideologi Konversi   Konversi mencerminkan sebuah ideologi tertentu. Kenyataannya ia terutama melibatkan membuat orang-orang mengubah keyakinan-keyakinan, ide atau ideologi. Konversi menuntut agar kita mengikuti ideologi tertentu dan menolak yang lain-lainya. Ideologi yang dominan dibalik usaha-usaha konversi terorganisasi adalah sebuah agama monoteisme yang eksklusif. Hanya ada satu Tuhan, satu buku, satu penyelamat, satu nabi terakhir dan seterusnya. Sebagian besar misionaris Kristen mencoba untuk membuat orang-orang menerima Kristus sebagai penyelamat pribadi dan Kristen dalam satu atau lain bentuknya sebagai keyakinan yang benar untuk seluruh umat manusia.   Sebuah agama yang pada hakekatnya mengakui keaneka ragaman seperti Hindu tidak bisa memiliki sebuah ideologi berdasar konversi. Orang-orang Hindu mengakui bahwa ada banyak jalan, dengan demikian secara alamiah mereka tidak merasa ada paksaan untuk membuat setiap orang untuk meninggalkan jalan mereka sendiri dan sebaliknya mengikuti jalan Hindu. Pada kenyataannya tidak ada satu jalan Hindu namun lebih merupakan sebuah variasi beberapa jalan, dengan jalan baru muncul setiap hari.   Telah lama adanya keyakinan dominan orang-orang Kristen dan Islam bahwa hanya anggota agama-agama mereka pergi ke surga, sedangkan anggota-anggota agama- agama lain pergi ke neraka, terutama orang-orang Hindu penyembah-patung dan pagan-pagan lain. Janji surga ini dan ancaman neraka telah lama digunakan untuk keperluan konversi dan adalah bagian utama dari ideologi dan propagandanya. Orang-orang Kristen telah sering termotifasi oleh ide surga-neraka abad pertengahan ini dalam upaya-upaya konversi mereka. Ide tua abad sembilan belas adalah seorang misionaris Kristen pergi ke Asia untuk menyelamatkan bayi-bayi pagan dari cengkeraman neraka.   Ide surga-neraka kekal ini memang memunculkan sebuah kegairahan tertentu sekaligus juga tiadanya toleransi, namun seseorang sulit untuk dapat menyebutnya tercerahkan. Kenyataannya, ia menyebabkan ketidak seimbangan emosi pada orang-orang, yang mana banyak orang-orang Kristen, terutama orang-orang Katolik, telah mencari pertolongan psikologis untuk mengatasinya.   Satu Tuhan yang telah menciptakan surga untuk umatnya dan neraka untuk mereka yang mengikuti keyakinan-keyakinan agama lain adalah sebuah resep bukan hanya untuk aktifitas misionaris tapi juga untuk kekacauan emosi dan kekerasan. Kenyataannya, janji hadiah besar ini dan ancaman tentang hukuman keras adalah landasan dari sebagian besar bentuk mempengaruhi, cuci-otak dan hipnotis. Ia adalah strategi dominan dari seluruh sistem agama-agama kendali-pikiran.     Konversi, Kedermawanan dan Peningkatan Sosial   Banyak misionaris-misionaris mengklaim sekarang bahwa mereka tidak membuat orang-orang terkonversi tapi semata-mata melakukan kedermawanan, mencoba untuk menolong yang tersungkur dalam hidup. Mengingat mentalitas dibalik upaya-upaya konversi dan sejarahnya, seseorang hanya dapat menyambut pernyataan itu dengan skeptis, meskipun dalam beberapa kesempatan tersendiri itu mungkin benar. Misionaris-misionaris yang hingga baru-baru ini menggunakan pemerintahan- pemerintahan penjajah dan tentara-tentara untuk keunggulan mereka tidak dapat dianggap sebagai secara mendadak tanpa motivasi-motivasi konversi terang- terangan.   Meskipun demikian, jika misionaris-misionaris hanya ingin membawa peningkatan sosial, lalu mengapa mereka tidak membuka saja sebuah rumah sakit atau sekolah dan melepaskan seluruh perangkap-perangkap keagamaan terhadapnya. Selama ornamen-ornamen keagamaan ada dalam institusi-institusi kedermawanan ini mereka masih membuat konversi. Sekali anda memberi kedermawanan atau kerja sosial anda sebuah penyamaran keagamaan, motivasi konversi pasti ada dan ketidak harmonisan kelompok kemungkinan akan dikembangkan bahkan oleh kedermawanan anda.   Jika misionaris-misionaris ingin mengangkat masyarakat mereka dapat melakukan itu melalui pendidikan atau pertolongan ekonomi pada tingkatan sekuler. Tidak ada perlunya membawa agama kedalamnya. Begitulah bagaimana masyarakat telah mengangkat dirinya sendiri di seluruh dunia, apakah itu di Amerika Serikat atau Jepang. Bukannya kedermawanan keagamaan yang mengangkat negara-negara ini secara ekonomis. Kenyataannya membawa agama kedalam peningkatan sosial mengaburkan permasalahannya. Mengkonversi orang ke sebuah prinsip keyakinan yang eksklusif tidak menhapuskan kemiskinan atau penyakit, lebih sulit lagi mengembangkan sebab harmoni keagamaan.   Filipina, negara Kristen utama dan paling tua di Asia, adalah salah satu dari negara-negara paling miskin di wilayah itu. Konversi ke Kristen tidak mengangkat negara itu secara ekonomis. Amerika Tengah dan Selatan, yang mana jauh lebih loyal terhadap Katolik dan religius dari pada Amerika Utara, juga jauh lebih miskin dan memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. Kenyataannya, bentuk-bentuk lebih evangelis dan ortodoks dari Kristen lebih populer di kelompok-kelompok lebih miskin dan lebih rendah pendidikannya di Barat. Kristen fundamentalis lebih umum di Amerika dengan para petani dan mereka yang tidak pergi ke perguruan tinggi. Penduduk terdidik di Barat kurang kemungkinannya menjadi orang-orang Kristen yang ketat, dan banyak dari mereka mencari ke agama-agama Timur untuk tuntunan spiritual.   Di India, orang-orang Kristen mengklaim bahwa dengan menghapuskan sistem kasta mereka menolong orang-orang dan mengangkat mereka secara sosial. Mereka dapat melakukan ini secara lebih mudah dengan menolong reformasi masyarakat Hindu dari pada dengan mencoba menghancurkan atau mengganti agamanya. Jelas mereka menggunakan, jika tidak mempromosikan, perbedaan kasta sebagai strategi konversi. Budaya-budaya Kristen masih memiliki kelas dan ketidak seimbangan sosial mereka, terutama di Amerika Tengah dan Selatan, tapi orang-orang Kristen tidak melihat bahwa agamanya harus diubah agar terbebas dari hal-hal ini.   Keinginan untuk menolong orang-orang dalam hubungannya dengan peningkatan sosial dan keinginan untuk mengubah agama mereka jelas tidak sama dan dapat bertentangan. Mengubah agama seseorang mungkin tidak menolong mereka dalam hubungannya dengan kesehatan, pendidikan, atau ekonomis.   Argumentasi sama bahwa upaya konversi adalah bagian dari pelayanan pada kemanusiaan, bahwa misionaris dimotivasi oleh kasih sayang kemanusiaan. Ini juga bisa dipertanyakan. Kalau anda termotivasi oleh kasih sayang kemanusiaan anda akan menolong orang-orang terlepas dari latar belakang keagamaan mereka. Anda akan mencoba untuk menolong orang-orang dengan cara yang praktis dari pada ditujukan untuk membuat mereka untuk memeluk keyakinan keagamaan anda. Anda juga akan mengasihi agama mereka, bahkan jika itu adalah penduduk asli yang menyembah batu. Anda akan memberi kasih sayang tanpa syarat kepada orang- orang, yang bukan kasih dari Jesus atau Gereja, tapi kasih sayang universal. Anda tidak akan mengutuk setiap orang ke neraka karena tidak mengikuti keyakinan anda tertentu. Anda tidak akan melakukan campur tangan terhadap motivasi keagamaan orang tersebut dan berusaha mengkonversinya ke keyakinan anda. Anda akan menghormati ketuhanan dalam orang itu dan dalam keyakinannya.   Kerja sosial lahir dari cinta seperti itu sulit ditemukan pada Kristen misionaris, meskipun ia suka berpura-pura bahwa ini motifasinya. Jika seseorang benar-benar termotivasi oleh kasih sayang kemanusiaan dan kebutuhan untuk melayani kemanusiaan, seseorang tidak akan mempromosikan agenda-agenda konversi. Dalam kenyataannya, orang akan menganggap praktek-praktek seperti itu tidak manusiawi, yang mana memang demikian.     Konversi dan Kultus-Kultus: Kemerdekaan Keagamaan di Barat   Di Barat ada sebuah pekikan melawan kultus-kultus, yang mana setiap gerakan keagamaan diluar arus besar Kristen dapat disebut. Ada sebuah kecenderungan untuk menganggap gerakan-gerakan yang dilandasi Hindu di Barat sebagai kultus- kultus. Dibawah penyamaran sebagai kultus, sebuah organisasi keagamaan dapat dituntut jutaan dolar bahkan jika seorang mantan pengikut mengalami masalah serius atau kecewa dapat detemui yang mana merasa bahwa mereka diambil untung. Banyak gerakan berlandaskan Hindu dan Yoga di Barat telah dituntut sebagai Kultus.   Kritik terhadap kultus-kultus adalah bahwa mereka diluar norma-norma budaya keagamaan, bahwa mereka tanpa toleransi terhadap agama-agama mayoritas, bahwa mereka memisahkan keluarga-keluarga dan mengalihkan orang-orang dari merawat pertumbuhan anak-anak. Tepat tuntutan yang sama dapat dikembalikan terhadap misionaris-misionaris di seluruh dunia. Orang-orang Romawi kuno, atas alasan yang sama, menganggap Kristen sebagai kultus.     Penduduk di India mungkin percaya bahwa, di Amerika, semua agama-agama diperlakukan sama. Tentunya hukum menghendaki itu, tapi ini bukanlah kenyataan hidup. Sebagai contoh, adalah masih sangat sulit bagi orang-orang Hindu untuk membangun kuil-kuil di Amerika Serikat, terutama di wilayah-wilayah dimana orang-orang Kristen fundamentalis kuat, seperti sabuk Alkitab di Selatan. Untuk meletakkannya pada suatu sudut pandang, seorang akan mengatakan bahwa adalah lebih dari sepuluh kali lebih sulit di Amerika untuk membangun sebuah kuil dari pada membangun sebuah gereja. Di banyak wilayah, kuil harus tidak tampak sebagai kuil tampak luarnya, harus tampak sebagai sekolah atau gereja, atau pemerintahan lokal tidak akan menyetujuinya. Sementara sedikit kuil-kuil bergaya Hindu di Amerika mereka adalah perkecualian dan memerlukan upaya-upaya khusus untuk diijinkan.   Sebagian besar penduduk Amerika percaya bahwa Hindu adalah agama kultus. Kelompok-kelompok hukum penghancur-kultus Kristen terorganisasi, dengan berlusin-lusin pengacara dan dana berjuta-juta, jalan berkeliling secara sistematis mendorong penuntutan terhadap kelompok-kelompok keagamaan Hindu atau India. Kelompok-kelompok seperti Hare Krisna (ISKCON), TM, Ananda (kelompok Yogananda), the Himalayan Institute, Rajneesh and the Sikhs dibawah Yogi Bhajan, untuk menyebut sedikit, telah pernah menghadapi tuntutan-tuntutan seperti itu dan kadang-kadang pembayaran dalam jutaan terhadap mereka. Tindakan-tindakan ini adalah intimidasi keagamaan oleh kelompok-kelompok Kristen, bukan bentuk keadilan.   Apa yang orang-orang Kristen di Amerika tidak dapat lakukan terang-terangan karena kebebasan agama di negara ini, mereka masih mencoba melakukan secara tertutup melalui sistem hukum. Setiap guru berlandaskan Hindu yang menonjol di Amerika, terutama ia yang bekerja dengan masyarakat Amerika secara umum atau membawa orang-orang dari Kristen ke ajaran-ajaran berlandaskan Hindu, tetap dalam ancaman hukum yang ketat. Jika suatu kelompok berlandaskan Hindu, seperti Hare Krishna, secara aktif berusaha membuat konversi di Barat, mereka kemungkinan menghadapi tuntutan hukum dari banyak arah. Di pihak lain, misionaris-misionaris Kristen di India tidak harus melalui ancaman-ancaman hukum semacam itu atau tuntutan-tuntutan hukum yang dapat membuat mereka keluar dari bisnis, bahkan jika upaya-upaya konversi mereka jauh lebih agresif.   Sementara itu buku-buku teks Barat dan media Barat secara rutin menggambarkan Hindu sebagai kultus, penyembah patung, atau bahkan sebagai erotisisme. Penggambaran-penggambaran negatif seperti itu atas Kristen tidak akan diijinkan pada pers India. Pandangan-pandangan ini menyumbang pada tingkah laku - tingkah laku anti Hindu dan mendukung misionaris. Bahkan di universitas-universitas, diskusi-diskusi agama-agama dunia sering meninggalkan Hindu, tepatnya karena ia bukan agama yang mencari konversi, meskipun ia adalah agama ketiga terbesar di dunia!   Karenanya mari kita tidak berpura-pura bahwa Barat tercerahkan atau toleran tentang agama. Sekularisasi hukum di Barat tetap menyembunyikan banyak prasangka keagamaan. Kita juga mencatat bahwa Barat secara politis akan melindungi kepentingan-kepentingan Kristen di luar negeri dan mengkritik yang dituduh diskriminasi terhadap orang-orang Kristen. Namun demikian, ia akan mengabaikan diskriminasi terhadap yang bukan-Kristen terutama jika dilakukan oleh orang-orang Kristen. Baru-baru ini Rusia mengritik Mormons, kelompok Kristen Amerika evangelis, sebagai kultus. Pemerintah Amerika melancarkan protes untuk melindungi Mormons dan aktivitas misionarisnya di Rusia. Tidak ada pemerintah India sejauh ini telah membuat protes-protes seperti itu untuk melindungi kelompok-kelompok Hindu di Barat.   Dan mari kita jangan lupa tiadanya toleransi keagamaan dari komunis dan Marxist dalam sejarah, meskipun di India saat-saat ini adalah menjadi mode bagi Marxist untuk menggambarkan dirinya sendiri sebagai pembela kebebasan agama. Stalin mungkin adalah penghancur baik gereja-gereja maupun masjid- masjid terbesar di dunia tapi gambarnya menghiasi bagunan-bangunan pemerintah Kerala dan Bengal.     Akibat Menghancurkan dari Kegiatan-kegiatan Misionaris pada Budaya-budaya Suku   Sejarah kegiatan misionaris adalah salah satu dari tanpa-toleransi dan kekerasan, dengan hanya episode-episode yang jarang dari kasih sayang dan kedermawanan. Ini muncul terutama ketika misionaris-misionaris datang kedalam kebudayaan primitif atau suku.   Ada sebuah keindahan pada budaya-budaya suku, seperti keindahan keaslian alam itu sendiri. Anda tahu bahwa kemana pengembang pergi, keaslian alam dihancurkan dan banyak spesies hilang. Begitu juga, kemana misionaris pergi, budaya-budaya suku dihancurkan dan banyak warisan kemanusiaan hilang bersamanya. Apa yang dihormati misionaris pada budaya-budaya bukan-Kristen dunia atau yang diupayakan untuk melindungi mereka? Di sisi lain, Hindu tidak mencampuri keyakinan-keyakinan penduduk asli dan suku tetapi berupaya berbagi dengan mereka dan belajar dari mereka.   Ada keindahan pada keyakinan-keyakinan bukan-Alkitab seperti Hindu, Buddha, Jain, Sikh, Shinto dan banyak keyakinan-keyakinan penduduk asli. Agama-agama pagan Eropah lama memiliki keindahan dan kedalaman mereka. Ini hilang dalam pikiran misionaris yang hanya melihat calon konversi ada dalam cengkeraman keyakinan-keyakinan yang salah.   Pengikut agama-agama misionaris harus mengenali bahwa agama mereka bermusuhan terhadap agama-agama lain seperti Hindu, bahkan jika ia memiki perasaan yang baik pada orang-orang yang mengikuti agama itu. Tetapi agama-agama lain juga mewakili orang-orang dan keyakinan-keyakinan mereka yang tulus. Menyasar agama-agama adalah menyerang orang-orang juga. Menyerang Hindu sebagai agama adalah menghina dan menyerang orang-orang Hindu sebagai umat manusia.     Etika Konversi   Upaya-upaya konversi memiliki etikanya, yang mana adalah etika konversi. Etika konversi bukanlah sekularisme. Ia bukan kebebasan agama, toleransi agama atau menghormati keaneka ragaman agama. Etika konversi adalah menyelamatkan jiwa- jiwa, secara umum menyelamatkan jiwa-jiwa dari kutukan. Etika konversi mengikuti sebuah keyakinan eksklusif, sebuah keyakinan benar. Lagi pula, jika orang-orang sungguh-sungguh ada kemungkinan untuk menderita kutukan abadi karena kesalahan keyakinan-keyakinan mereka, misionaris yang tulus harus melakukan apapun yang ia bisa untuk menghentikannya. Misionaris memandang orang bukan-Kristen sebagai seorang yang sesat atau bahkan dibawah pengaruh kekuatan jahat, bukan cuma seseorang yang memiliki sebuah opini yang absah namun berbeda dari yang dia miliki tentang kehidupan.   Etika konversi ini dapat mengabaikan etika-etika kemanusiaan lain dalam aktifitas misionaris. Dalam rangka menyelamatkan jiwa-jiwa, yang adalah etika misionaris yang tertinggi, misionaris-misionaris dalam sejarahnya telah memiliki sumber daya pertolongan melalui berbagai jenis daya pikat atau bahkan paksaan untuk sampai pada hasil yang diinginkan atas orang-orang yang baru terkonversi. Sementara tindakan-tindakan ini tampak tanpa toleransi atau tidak jujur dalam masyarakat sekuler, dalam masyarakat religius atau penjajahan mereka tampak moral. Kepada misionaris yang tulus ini bisa tampak sebagai paksaan yang perlu untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang menolak.   Harap dicatat bahwa saya tidak meragukan ketulusan dari misionaris dari semua ini. Tidak diragukan para misionaris yang mengijinkan pembantaian penduduk asli Amerika adalah juga tulus dalam keyakinannya, seperti halnya para kulit putih penahan-budak pada abad sembilan belas Amerika. Masalahnya adalah bahwa mereka tulus pada sebuah keyakinan yang dengan mudah menyebarkan tiadanya toleransi dan kerugian terhadap keyakinan-keyakinan lain tersebut.   Karenanya, orang dapat mendebat bahwa konversi pada hakekatnya suatu tindakan yang tidak etis dan tak terhindarkan melahirkan hasil-hasil yang tidak etis. Etika misionaris menyelamatkan jiwa-jiwa demikian meyakinkan bagi misionaris hingga dengan mudah menyebabkan ia mengkompromikan hak-hak asasi manusia atau ketulusan dari orang-orang calon konversinya. Tentunya sejarah panjang konversi adalah sebuah sejarah dari setiap jenis kriminal, betapapun bagus yang mungkin telah dilakukan secara bersamaan disampingnya.   Pada tingkatan spiritual, orang bisa mendebat bahwa upaya-upaya konversi, terutama untuk keyakinan eksklusif, adalah tidak spiritual dan tidak etis. Konversi adalah sebuah dosa terhadap sifat ketuhanan pada manusia. Ia menolak untuk mengakui agama dari yang lain sebagai absah. Diatas itu semua, bisnis konversi terorganisasi adalah salah satu dari kegiatan-kegiatan yang paling tidak berperasaan dan paling dirahasiakan dari umat manusia, setingkat dengan perang. Ia berusaha menghancurkan dan merendahkan keyakinan alami orang-orang. Ketika kita bergerak menuju sebuah jaman global, mari kita letakkan bisnis konversi yang berantakan ini dibelakang, bersamaan dengan tahayul-tahayul lainnya dari Jaman Kegelapan.   Kita semua adalah Tuhan. Hanya ada satu Jiwa dalam semua mahluk. Siapa yang akan dikonversi dan dari mana setiap orang dapat dikonversi? Jiwa bersifat ketuhanan. Ia bukan Kristen, Islam atau Hindu atau yang lainnya. Jiwa tidak dapat diselamatkan. Ia diluar untung dan rugi. Kita hanya dapat mengerti diri kita sendiri. Kebaikan yang sungguh nyata dari agama adalah untuk menemukan cahaya dari jiwa yang tidak terikat oleh waktu, tempat, orang atau keyakinan. Agama sejati adalah menjadi sejati terhadap sifat alamiah seseorang dan menghormati sifat alamiah yang lain. Apakah misionaris memiliki sifat ini atau telah menemukan kebenaran ini?     Perlawanan Terhadap para Misionaris   Baru-baru ini ada beberapa perlawanan kekerasan terhadap para misionaris atau agama mereka, yang disesalkan. Ini terjadi bukan hanya di India tapi juga di banyak bagian dunia, seperti di Afrika dan Amerika Tengah. Tapi mengingat tanpa toleransinya para misionaris, ini bisa dipahami dan tidak dapat dilihat secara berdiri sendiri. Anda tidak dapat abad demi abad menyepelekan atau bahkan menghancurkan kebudayaan dan agama-agama orang-orang atas nama Tuhan Anda dan mengharap mereka cuma secara sopan membiarkan anda keterusan dengan itu. Terutama jika mereka orang-orang miskin atau terbelakang tanpa sumber daya finansial, hukum atau pemerintah untuk melindungi mereka, mereka mungkin meberi respon-respon yang lebih primitif.   Namun kekerasan dari perlawanan ini amat kecil dibandingkan kekerasan fisik dan psikologis yang telah dibawa para misionaris dan terus berlanjut bergerak. Aktifitas anti-Kristen di India baru-baru ini harus dilihat dalam pengertian ini.   Baru-baru ini Sonia Gandhi, ketua Partai Kongres di India, meskipun masih seorang anggota Gereja Katolik yang belum melepaskan klaimnya sebagai satu- satunya kepercayaan yang benar atau menghentikan usaha-usaha misionarisnya terhadap orang-orang Hindu, menyebut Swami Vivekananda sebagai juru bicara agama sejati. Mari kita ingat apa yang Vivekananda katakan pada orang-orang Amerika dan dalam banyak kesempatan-kesempatan lain tentang kegiatan misionaris:   "Ketika para misionaris anda mengritik kami harap ingat ini. Seandainya seluruh India berdiri dan mengambil semua lumpur didasar Samudra India dan melemparnya ke negara-negara Barat, itu tidak akan mengakibatkan sebagian sangat kecil dari apa yang anda lakukan pada kami."   Mahatma Gandhi juga pengritik yang keras atas para misionaris. Namun, anehnya, saat ini adalah Partai Kongres India dan beberapa aliran kiri yang membela misionaris Kristen dan membuat gambaran Hindu tanpa toleransi, mengabaikan semua sejarah dan motivasi dari upaya-upaya besar konversi ini terhadap orang- orang Hindu.   Mari juga ingat kata terakhir dari Paus pada "Kedatangan Milenium Ketiga":   "Sinode Asia akan berhubungan dengan tantangan untuk evangelisasi diakibatkan oleh perjumpaan dengan agama-agama kuno seperti Buddha dan Hindu. Selagi mengemukakan penghargaan untuk elemen-elemen kebenaran pada agama-agama ini, gereja harus membuat jelas bahwa Kristus adalah satu-satunya perantara antara Tuhan dan manusia dan satu-satunya pembebas dunia."   Dengan kata lain semua keagungan agama Buddha dan Hindu tidak mengubah pandangan dasar dari Kristen bahwa Kristus satu-satunya adalah tokoh agama utama. Tidak Buddha, Krishna, Ramana Maharshi atau Sri Aurobindo dapat dibandingkan dengannya. Apakah elemen-elemen kebenaran yang diucapkan oleh Paus? Jika ia tidak menghargai apakah agama Buddha atau Hindu dengan segalanya sama dengan Jesus, ia mungkin tidak cukup menghargai pandangan-pandangan mereka tentang karma, dharma atau kelahiran kembali, kegiatan-kegiatan yoga dan meditasi mereka, atau keseluruhan tujuan mereka untuk mencapai pencerahan dan penyadaran-diri yang tidak diartikan hubungannya dengan Jesus. Jelas pernyataan seperti itu merendahkan. Ia telah membuang tuduhan setan-pagan- penyembah-patung yang lama tapi tujuannya tetap konversi, bukan penghargaan.     Dialog Keagamaan   Sebagai catatan terakhir, menentang konversi terorganisasi tidak berarti seseorang harus menentang diskusi dan bahkan debat dalam masalah-masalah keagamaan.   Para misionaris biasanya menyasar yang tidak berpendidikan dan bekerja dibelakang layar. Mereka tidak mencoba untuk menciptakan pertukaran pandangan- pandangan bahkan debat secara adil. Mereka takut terekspose. Pada kenyataannya sebuah debat tentang masalah-masalah keagamaan adalah penting untuk menghadapi masalah-masalah diakibatkan oleh kegiatan misionaris. Misionaris-misionaris biasanya menghindar untuk menghadapi debat yang fair tentang agama dan menyasar mereka yang tidak terlalu terampil pada keyakinan-keyakinannya sendiri.   Melebihi semuanya saat ini kita perlu sebuah dialog keagamaan yang nyata, sehingga konflik keagamaan, yang memiliki sedemikian potensi untuk kekerasan, tidak muncul. Dialog ini seharusnya menjadi sebuah pencarian kebenaran. Ia tidak diarahkan untuk membuktikan satu agama sebagai yang utama tetapi pada penelitian masalah-masalah tertinggi kehidupan. Apakah tujuan hidup? Apakah sifat hakiki kekekalan? Adakah surga atau neraka permanen? Adakah penyadaran- diri atau Nirwana? Apakah pencerahan? Apakah karma? Apakah jiwa memiliki satu atau banyak kehidupan? Apakah keadaan tertinggi kesadaran dan bagaimana kita dapat mencapainya? Latihan-latihan apa diperlukan untuk mengubah sifat alami manusia dari yang egois ke sifat ketuhanan? Dapatkah semata-mata keyakinan mentransformasikan kita atau apakah ilmu pengetahuan dan kerja juga diperlukan? Apakah teknik khusus pikiran-fisik membantu? Bagaimana agama-agama berbeda memandang masalah-masalah ini? Ini adalah masalah-masalah nyata dari dialog keagamaan.   Semata-mata membuat seseorang mengubah keyakinannya tidak menyentuh masalah- masalah rumit dan mendalam ini. Agama sejati memerlukan kerja dan penyelidikan yang mendalam, terutama atas pikiran dan hati kita. Ia bukan semata-mata soal nama-nama, slogan-slogan atau label-label.   Dalam satu maksud, orang-orang Hindu memang kehilangan banyak dengan mengubah ke agama seperti Kristen dan Islam. Agama Hindu memiliki ruang jauh lebih luas atas kegiatan-kegiatan spiritual dan yoga, filsafat dan ajaran-ajaran sifat ketuhanan daripada yang dimiliki Kristen. Begitu seorang Hindu menjadi Kristen ia kehilangan hal-hal ini dan masuk kedalam bentuk yang jauh lebih terbatas dan mengarah ke luar dari keyakinan agama? Ajaran-ajaran Hindu tentang kesadaran lebih tinggi, penyadaran-diri, karma, kelahiran kembali, chakra-chakra, dan kundalini hampir tidak dikenal dalam Kristen atau ditolak sebagai karya setan. Itulah sebabnya begitu banyak orang-orang Amerika yang mencari sebuah jalan spiritual tertarik pada ajaran-ajaran berdasar Hindu dan meninggalkan dibelakang Kristen ortodoks dan arus utama.   Pada kenyataannya Kristen terus menurun di Barat. Sangat sedikit orang-orang baru mengambil peran-peran sebagai pengurus-pengurus keagamaan atau suster- suster di Gereja Katolik, sebagai contoh. Sebagian untuk meningkatkan kembali tingkatan-tingkatan, Gereja Katolik telah mentargetkan Asia dan, terutama India, untuk konversi karena orang-orang Hindu demikian berbakti dan dengan mudah mengambil peran sebagai petugas keagamaan dan pengurus tempat keagamaan. Sementara itu Kristen Evangelis menyasar India untuk melawan pengaruh ajaran- ajaran berlandaskan Hindu di Amerika, yang mana mereka alami begitu menakutkan dan seringnya menyerang agama Hindu dan guru-guru Hindu sebagai agama setan.   Karenanya mari kita tidak lugu tentang konversi. Ia bukan soal kebebasan agama atau tentang mengangkatan sosial. Aktifitas-aktifitas konversi utama di dunia adalah bagian dari strategi-strategi yang diorganisasikan dan dibiayai dengan baik untuk memenangkan dunia untuk sebuah keyakinan tunggal keagamaan yang akan mengahiri kebebasan agama dan keaneka ragaman. Dalam situasi ini adalah mudah untuk mengidentifikasi pemangsa dan korban. Kemungkinanya menjadi yang manakah anda dan yang manakah akan anda beri simpati anda? Sumber.