Wednesday, May 8, 2013

LAHIRNYA KITAB SUCI YAHUDI

Kitab Suci Yahudi yang kini dipergunakan adalah  berdasarkan
atas  teks  MASSORAH.  Renaissance dari Yudaisme baru timbul
ketika orang-orang  Yahudi  bebas  menjalankan  agamanya  di
bawah  kekuasaan  Muslimin.  Karenanya  ulamanya  tidak lagi
berbahasa Aramiya atau dialek Kildani,  apalagi  menulisnya,
mereka  tidak  dapat membaca aneka Kitab Sucinya. Oleh sebab
itu   mereka   hanya   mengikuti   tradisi   lisan    secara
turun-temurun.
 
Terpengaruh  oleh  peradaban, kebudayaan dan philology Arab,
para ulama Yahudi berkumpul untuk berusaha memelihara  Kitab
Sucinya, yang diawali di Tiberias antara abad ke VI dan abad
ke IX, dengan mencoba-coba menghidupkan huruf-huruf mati dan
memberi  titik-titik  pada  huruf yang bentuknya sama tetapi
ucapannya  lain.  Usaha  ini  diakhiri  pada  abad  ke   XI.
Terjemahan  yang  terbaru,  yang  dibantu oleh aneka saduran
yang terlebih dahulu dan musyawarah dengan ahli-ahli Yahudi,
ini  digunakan  baik  oleh  ORTODOX  maupun REFORM JEWS yang
tersebar di seluruh dunia.
 
Setelah  dibentuknya  Persemakmuran  Yang  Kedua  di   bawah
pimpinan  Ezra  dan  Nehemiah  (lihat Kitab Nehemiah 8:8 dan
13:24), nyatalah betapa wajibnya  TORAH  itu  ditafsir  agar
semua  orang  dapat  mengerti Kalam Tuhan. Para guru melihat
tafsiran ini sebagai sumber dari Tafsiran Aramiya Kuna  yang
dikenal  dengan  nama TARGUM, yang semula disampaikan secara
lisan dan kemudian  secara  tertulis.  Hal  ini  membuktikan
bahwa Bani Israel telah lupa akan bahasa Aramiya atau dialek
Kanaanit Kuna, yakni idiom yang digunakan  di  bagian  besar
dari  Asia  Barat.  Semua  ini  agak  gelap  seperti seluruh
sejarah Yahudi selama kekuasaan Persia (Iran).
 
Septuaginta, yakni terjemahan Greka  (Yunani)  adalah  hasil
dari   kontak   Israil  dengan  peradaban  Hellenistic  yang
menguasai dunia pada masa itu; sedangkan  terjemahan  bahasa
Arab  dilakukan  oleh  Gaon Saadya ketika banyak orang-orang
Yahudi berada di bawah kekuasaan  Muslimin,  dan  terjemahan
Jerman dibuat oleh Mendelssohn dan madzhabnya pada permulaan
dari suatu zaman baru yang  membawa  orang-orang  Yahudi  ke
Eropa,  di  mana  mereka  itu berbicara suatu dialek Jerman,
yakni Yuddish.
 
Antara aneka terjemahan terdapat  banyak  keragu-raguan  dan
perbedaan   pendapat.   Misalnya   Philo   dan   orang-orang
Iskandariya,  yang  seagama  dengannya  melihat   terjemahan
Septuaginta  sebagai  suatu karya dari lebih kurang 70 orang
yang diilhami, sedangkan para Rabbani Palestina  berpendapat
bahwa Torah tidak dapat diterjemahkan. Ada cukup bukti bahwa
akibat dari aneka terjemahan itu kurang disukai, tetapi awam
terima saja dengan baik dari pada tidak faham sama sekali.
 
Perubahan  terjadi  selama  dua  generasi  terakhir  setelah
kontak  dengan  peradaban  yang  berbahasa   Inggris.   Para
penterjemah  ke dalam bahasa Inggris, baik di U.S.A., maupun
di Inggris sendiri, ada banyak sekali. Dan tahun  1892-1901,
Jewish  Publication  Society  of  America membuat terjemahan
baru.  Pada  tahun  1908  badan  tersebut  bersama   Central
Conference  of American Rabbis mengeluarkan terjemahan lebih
baru di mana diperhatikan  aneka  saduran;  baik  yang  baru
maupun  yang  kuna; teristimewa Septuaginta, saduran-saduran
dari  Aquila,  Symmachus  dan   Theodotion,   Targum-Targum,
Pesyitta,   Vulgata   dan  saduran  Arab  dan  Saadya,  juga
sindiran-sindiran dari  tafsiran-tafsiran  Yahudi  dan  para
ahli  pada  abad  pertengahan.  Pokoknya,  Yahudi  tidak mau
menerima interpretasi Kristen  dan  aneka  terjemahan  bukan
Yahudi  (GOYIM)  berada  dalam  Kitab  Suci Yahudi, walaupun
mereka  berhutang  budi  atas  karya-karya  terdahulu   yang
dilaksanakan  oleh  Goyim,  seperti  oleh WYCLIFFE, TYNDALE,
COVERDALE dan sebagainya, sedangkan Vulgata, saduran Inggris
dan Douai, tetap digunakan orang-orang Katholik Romawi.
 
Adapun  teks  dan  susunan Kitab-kitab Suci terjemahan, yang
sekarang menuruti tradisi Yahudi,  terbagi  atas  tiga  juz,
yakni:
 
     1. HUKUM (Law, Torah, Pentateuchos),
     2. NABI-NABI (Prophets, Nebi'im), dan
     3. TULISAN-TULISAN (Writings, Ketubim ).
 
Dalam    Nebi'im   dan   Ketubim,   susunan   Kitab-kitabnya
berbeda-beda dalam tulisan atau  antara  para  ahli  Yahudi;
namun   demikian  tidak  ada  kitab  yang  dipindahkan  dari
juz-juznya.  Misalnya  Kitab-kitab  Rut,  Nudub  Yermia  dan
Daniel  terdapat  di  juz  Ketubim, dan tidak di juz Nebi'im
seperti halnya dalam saduran-saduran Goyim.
 
Yang pertama mengatur segala-galanya,  jumlah  hurufnya  dan
seterusnya   serta   pengumpul  semua  catatan-catatan  yang
dikenal sebagai MASORAH, adalah Yakob ben Haim Ibn Adoniyah,
penerbit dari Kitab Suci Rabbani yang kedua. Kini ada banyak
ulama yang bekerja dalam bidang ini  seperti  misalnya  Wolf
Heidenheim,  S.  Frensdorff, S. Baer dan C.D. Ginsburg; teks
yang terakhir ini banyak digunakan di Synagoge.
 
Karena penterjemahnya bukan penyalin suatu teks,  maka  para
Rabbani  menemukan  18 tempat di mana penulis dengan sengaja
merubah teks dengan dalih agar dapat difahami orang.
 
Orang-orang Yahudi Samaritan  hanya  menggunakan  Torah  dan
menolak  Nebi'im dan Ketubim. Mereka lebih tekun akan ajaran
Nabi Musa a.s. dalam kepercayaannya  dari  pada  orang-orang
Yahudi yang meninggalkan ajaran-ajaran kuna dari Israel.
 
Orang-orang  Katolik,  baik  Gereka  maupun Romawi, dan para
apostel Hellennist  berpegang  pada  Septuaginta;  sedangkan
orang  Reformist,  yakni  Protestan,  pada  terjemahan  yang
dipergunakan di Synagoge Askenazim. Sumber.

No comments:

Post a Comment