Wednesday, May 8, 2013

ETIKA KONVERSI KEAGAMAAN

PRAJNA JOURNAL APRIL - JUNE 1999 VOLUME 3 NUMBER 2   The Ethics of Religious Conversions - Dr. David Frawley   Konversi telah selalu menjadi sebuah topik yang mengemuka, jika tidak membakar emosi kemanusiaan kita. Lagi pula, misionaris mencoba untuk meyakinkan seseorang untuk mengubah keyakinan agamanya yang mana menyangkut masalah- masalah paling utama tentang kehidupan dan kematian, arti penting dari keberadaan kita. Dan misionaris biasanya merendahkan nilai dari keyakinan seseorang yang sekarang, yang mana bisa dalam bentuk komitmen pribadi yang kuat atau tradisi kebudayaan keluarga yang panjang, menyebutnya lebih rendah, salah, berdosa atau bahkan kekeliruan yang akut.   Pernyataan-pernyataan seperti itu sulit dianggap beradab atau berbudi bahasa dan sering menghina dan merendahkan. Misionaris tidaklah datang dengan sebuah pikiran terbuka untuk suatu diskusi yang tulus dan dialog yang memberi dan menerima, tetapi pikirannya telah berkesimpulan terlebih dahulu dan mencari jalan untuk memperdaya yang lain dengan pandangannya, sering bahkan sebelum ia sendiri tahu apa sebenarnya yang diyakini dan dilakukannya.   Adalah sulit untuk membayangkan pertemuan antar manusia yang lebih penuh tekanan terbebas dari kekerasan fisik yang nyata. Kegiatan misionaris selalu memegang kekerasan psikologis yang terkandung didalamnya, bagaimanapun bijaksananya hal itu dilakukan. Ia diarahkan pada pengalihan pikiran dan hati dari orang-orang menjauh dari agama asli mereka kepada suatu agama yang secara umum tidak bersimpati dan bermusuhan dengannya.   Dalam artikel ini saya akan mengarahkan konversi dan aktifitas misionaris terutama pada Kristen, yang telah begitu umum digunakan dan ditekankan untuk penggunaannya. Sebenarnyalah sulit untuk membayangkan agama Kristen terpisah dari kegiatan misionaris, yang telah menjadi tulang punggung dari keyakinannya sepanjang sebagian besar sejarahnya. Kristen telah terutama menjadi sebuah agama yang berpandangan keluar mencoba mengkonversi dunia. Dalam proses ini ia jarang terbuka terhadap dialog yang nyata dengan agama-agama lainnya. Ia jarang menguji alasan-alasannya sendiri atau kerusakan disebabkan oleh kegiatan misionaris seperti itu, meskipun bahkan sejarah dari aktifitas misionarisnya telah dinodai dengan tidak adanya toleransi, pembantaian etnis dan penghancuran bukan saja pribadi-pribadi tapi juga seluruh kebudayaan.   Namun banyak dari diskusi ini berlaku untuk Islam juga, yang mana sama-sama dengan Kristen memiliki acara untuk mengkonversi dunia kepada keyakinannya sendiri. Sebagai seorang Amerika yang tumbuh sebagai seorang Katolik dan yang bersekolah di sekolah Katolik dan kemudian beradaptasi untuk menerima ajaran-ajaran spiritual berdasarkan Hindu, saya mungkin dapat memberikan sudut yang berbeda tentang topik ini yang diharapkan akan memberi dasar untuk pemikiran baru. Saya telah harus menerobos banyak hal-hal keagamaan yang tidak toleran dan prasangka untuk membuat perubahan yang telah saya lakukan.     Konversi dan Bisnis Misionaris   Pertama-tama mari kita definisikan apa yang kita maksud dengan konversi. Mari kita segera secara jelas membedakan antara konversi atau perubahan keyakinan- keyakinan yang terjadi dalam suatu pertukaran kemanusiaan dalam suatu diskusi yang bebas dan terbuka yang bertolak belakang dengan mengorganisasikan usaha- usaha pengkonversian yang menggunakan keuangan, media atau bahkan tekanan bersenjata. Bahwa pribadi-pribadi tertentu bisa saja mempengaruhi pribadi- pribadi lainnya untuk menerima suatu keyakinan agama atau yang lain telah jarang menjadi masalah. Semestinya ada diskusi dan debat yang terbuka dan bersahabat tentang agama seperti halnya dengan ilmu pengetahuan. Namun ketika satu agama menciptakan suatu program pengkonversian dan memobilisasi sumber- sumber daya besar untuk tujuan itu, dengan sasaran kelompok-kelompok tanpa prasangka, miskin atau tidak terorganisasi, itu bukan lagi sebuah diskusi yang bebas. Itu adalah penyerangan ideologi. Itu adalah sebuah bentuk dari kekerasan agama dan tiadanya toleransi.   Usaha-usaha konversi yang terorganisasi adalah sama sekali hal yang berbeda dari pada dialog umum dan pertukaran antara para anggota dari komunitas- komunitas keagamaan yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari, atau bahkan dari pada diskusi-diskusi yang terorganisasi dalam forum-forum atau lingkungan- lingkungan akademis. Aktifitas konversi yang terorganisasi adalah seperti tentara terlatih menyerbu suatu negara dari luar. Tentara misionaris ini kerap kali masuk kedalam kelompok-kelompok di mana ada sedikit penolakan terorganisasi terhadapnya, atau bahkan mungkin tidak sadar akan kekuatan atau tujuan-tujuannya. Ia bahkan akan mengambil keuntungan dari komunitas-komunitas yang toleran dan memiliki pemikiran terbuka tentang agama dan menggunakannya untuk mempromosikan program misionaris yang menghancurkan toleransi ini.   Usaha-usaha konversi terorganisasi seperti itu sering berjalan dengan nama evangelisasi. Gereja Katolik menggunakan istilah ini untuk usaha-usaha konversinya yang berlangsung lama. Orang-orang Kristen Protestan yang fundamentalist menyebut gerakan mereka gerakan evangelis. Evangelis terdengarnya lebih bagus dan lebih memuliakan dibandingkan konversi. Tapi mari kita buat lebih jelas masalahnya. Tujuan Evangelis adalah untuk mengkonversi (mengubah) seluruh dunia ke dalam keyakinan Kristen, yang mana secara alamiah mengandung arti penolakan terhadap agama-agama lainnya. Gerakan evangelis seperti itu memiliki strategi-strategi konversi dunia dan program-program untuk membidik India dan orang-orang Hindu wilayah demi wilayah, suku demi suku, bahkan desa demi desa. Mereka melacak dan menyimpan angka-angka mereka yang telah terkonversi dan menandai mereka pada kolom kemenangan sebagai keuntungan untuk Kristus.   Konversi terorganisasi dan usaha-usaha evangelis tidak tertarik pada dialog atau mengambil pelajaran dari kelompok-kelompok agama lain. Organisasi- organisasi seperti itu telah membuat kesimpulan dalam pikirannya bahwa milik mereka adalah keyakinan yang merupakan kebenaran dan mereka tidak iklas untuk mengijinkan persamaan terhadap keyakinan lain manapun. Dialog nyata hanya dimungkinkan ketika ada persamaan dan keterbukaan pikiran. Ini tidak dapat muncul antara keyakinan misionaris dan keyakinan yang menjadi sasarannya melebihi antara pemburu dan buruannya. Jika misionaris-misionaris memulai dialog itu adalah untuk mempromosikan konversi atau untuk melindungi yang telah mereka ubah keyakinannya. Misionaris tidaklah akan mengubah pikirannya, percaya bahwa ia mungkin salah tentang sesuatu hal atau menerima sudut pandang lain apapun yang mungkin mengkompromikan agenda konversinya.   Bisnis misionaris masih tetap salah satu yang terbesar di dunia dan memiliki pendanaan yang luar biasa besar pada banyak tingkatan. Bagaikan banyak perusahaan-perusahaan besar multinational dengan kelompok-kelompok berbeda Katolik, Protestan dan Evangelis terlibat. Ada karyawan-karyawan kerja penuh dan organisasi-organisasi mengalokasikan uang, membuat histeria media, membuat konspirasi strategi-strategi dan mencoba menemukan cara baru untuk mempromosikan konversi. Agama lokal yang asli memiliki kesempatan yang kira- kira sama terhadap penyerangan-penyerangan multinasional seperti itu seperti halnya penjual makanan lokal alami jika McDonald's bergerak masuk kedalam lingkungannya dengan kampanye iklan yang hebat dan dana yang cukup menyasar pelanggannya. Namun demikian meskipun banyak negara-negara dunia ketiga memiliki kebijakan-kebijakan pemerintah untuk melindungi bisnis-bisnis lokal, mereka biasanya tidak memiliki mekanisme pengaman untuk melindungi agama local.   Sesungguhnya, kegiatan misionaris adalah seperti perang ideologi. Ia begitu sistematis, termotivasi, dan terarah. Ia bahkan dapat tampak menyamai sebuah penyerangan bersama-sama menggunakan media, uang, orang-orang dan pertunjukan- pertunjukan umum untuk memberi daya tarik kepada masa dengan cara yang mempengaruhi perasaan. Karenanya, dengan aktifitas misionaris kita tidak berbicara tentang acara-acara yang tidak terencana, spontan atau acara-acara yang berdiri sendiri. Kita berbicara tentang upaya-upaya keagamaan kearah penaklukan dunia yang benar-benar senang untuk menghentikan tradisi-tradisi keagamaan lainnya, yang tampak membangun satu jenis agama untuk seluruh umat manusia yang mana keaneka ragaman dari agama-agama manusia direndahkan dan dilupakan.   Wilayah-wilayah dimana kegiatan misionaris telah berhasil telah melihat tradisi-tradisi mereka yang lebih tua direndahkan atau dihancurkan, apakah itu orang-orang "pagan" (tidak mengikuti sistem agama, "penyembah berhala" atau "belum mendapat pencerahan") Eropah, penduduk asli Amerika, atau bangsa Arab sebelum Islam. Agama Hindu tampaknya akan jatuh ke dalam penyingkiran jika ia kalah pertempuran dengan agama-agama misionaris, seperti halnya agama Hindu di wilayah Islam Pakistan, yang lenyap.   Kegiatan misionaris dan konversi, karenanya, bukanlah tentang kebebasan beragama. Ia adalah tentang upaya dari satu agama untuk membumihanguskan semua yang lain. Tingkah laku eksklusif seperti itu tidak dapat mempromosikan toleransi atau pengertian atau menyelesaikan ketegangan-ketegangan kelompok. Misionaris hendak menghentikan pluralisme, pilihan dan kebebasan beragama. Ia ingin satu agama, miliknya sendiri, untuk semua orang dan akan mengorbankan hidupnya oleh sebab itu.   Kemerdekaan sejati dari agama hendaknya termasuk kemerdekaan dari konversi. Misionaris adalah seperti pedagang menyasar orang-orang dalam rumah-rumah mereka atau seperti penyerbu mencari kemenangan. Kegiatan mengganggu seperti itu bukanlah hal yang benar dan itu tidak dapat mempromosikan harmoni sosial. Pada kenyataannya, orang-orang mestinya memiliki hak untuk tidak diganggu oleh misionaris kecuali mereka sendiri mencarinya. Kami di Barat terganggu oleh misionaris-misionaris lokal seperti Jehovah's Witnesses yang sering datang mendesak di pintu-pintu kami. Dapatkah seseorang membayangkan kebingungan yang dapat diakibatkan oleh mereka terhadap beberapa orang miskin di Asia? Sekali melewati pintu, sulit untuk membuat mereka keluar.   Kebebasan beragama semestinya bukan menjadi ijin untuk suatu negara atau suatu komunitas untuk melancarkan perang agama terhadap yang lain. Bahkan jika perang konversi ini diperlunak dengan sumbangan-sumbangan kedermawanan adalah tetap bermusuhan dalam tujuannya dan menghancurkan dalam tindakannya.     Sejarah Konversi.   Mari kita lihat pada sejarah konversi, bagaimana ia timbul dan telah berbentuk bagaimana setelah sekian waktu. Konversi yang terorganisasi dalam skala masal hampir tidak ada dimanapun di dunia sebelum kedatangan Kristen sekitar dua ribu tahun yang lalu. Ia terutama menjadi kuat setelah Kerajaan Roma menjadi Kristen pada abad keempat. Ini menghasilkan Gereja Roma atau Gereja Kerajaan yang menggunakan sumber daya kerajaan, termasuk tentara, untuk mempromosikan agama, yang adalah institusi negara. Gereja dan negara menjadi terikat erat dan salah satu digunakan untuk menjaga yang lain. Aliansi gereja dan negara ini tampil baik hingga Jaman Pertengahan dan hingga abad kesembilanbelas kepelosok sebagian besar Eropah.   Di abad ketujuh, Islam membawa sebuah agama yang mana gereja dan negara, atau agama dan politik tidak hanya sederhananya bekerja sama tapi menjadi sama, dengan Kalifah berfungsi baik sebagai kepala agama maupun sekuler dari kerajaan. Keadaan tidak terpisahkan antara agama dan politik berlanjut di sebagian besar negara-negara Islam saat ini, termasuk Pakistan, yang mana telah melangkah sedemikian jauh baru-baru ini untuk mengumumkan Al Quran sebagai hukum tertinggi di wilayahnya, meskipun itu bukanlah buku hukum sekuler atau buku hukum jenis apapun. Dapatkah dibayangkan sebuah negara Barat memproklamasikan alkitab sebagai hukum wilayahnya? Namun demikian gereja mendominasi hukum-hukum Eropah selama berabad-abad.   Sebelum menerima Kristen, Roma memiliki agama negaranya namun ini ada terutama sebagai sebuah pertunjukan untuk maksud politis - pemujaan sang Raja. Roma mentoleransi semua agama-agama lain selama mereka memberi dukungan nominal dan politik terhadap agama negara. Orang-orang Romawi menindas orang-orang Kristen bukan karena mereka tidak toleran terhadap perbedaan agama tetapi karena mereka mengharap seluruh kelompok keagamaan untuk setidaknya mampu menyumbang pengakuan nominal untuk agama negara, yang mana orang-orang Kristen menolak melakukannya.   Ketika Kristen menjadi agama negara, karena keyakinan bahwa hanya ia sendirilah agama yang benar, toleransi terhadap agama-agama lain berahir di Kerajaan Romawi. Kuil-kuil pagan dan sekolah-sekolah ditutup, jika tidak diganti dengan gereja-gereja atau bahkan dihancurkan, termasuk penutupan Akademi Plato yang penting di Athena pada abad keenam. Paganisme dalam segala bentuknya pada akhirnya dilarang sebagai tidak saja salah, tapi juga tidak bermoral dan ilegal. Pagan, atau bahkan kelompok-kelompok tidak ortodoks, terus ditindas di Eropah hingga para penyihir di Abad Pertengahan, yang mana mengakibatkan tewasnya jutaan atas nama agama dan melindungi gereja.   Pada jaman kolonial, aktifitas misionaris-misionaris kristen menyebar keseluruh dunia dan membawa bersamanya kekerasan yang luas dan tiadanya toleransi yang melanjutkan perang anti-pagan sebagai bagian dari kolonialisme. Upaya-upaya misionaris di jaman penjajahan, dengan beberapa pengecualian, menyumbang terhadap, atau membawa, pembasmian penduduk asli secara besar-besaran tidak hanya di Amerika tapi juga di Afrika dan Asia. Penduduk asli mendapati agama-agama mereka dilarang, tempat-tempat suci mereka dihancurkan atau diambil alih oleh orang-orang Kristen. Sejarah orang-orang Spanyol di Mexico dan Peru di abad keenambelas setara dengan Nazi di abad ini, jika tidak lebih buruk, menghancurkan dan merampas sebuah benua atas nama dan atas restu gereja. Proses penjajahan misionaris ini mencapai puncaknya pada abad sembilan belas, yang mana penduduk asli Afrika adalah kelompok utama sasaran pembantaian etnis, dan hanya saat ini secara perlahan berkurang. Meskipun demikian, kelompok-kelompok misionaris telah melakukan sedikit untuk meminta maaf lebih sedikit lagi untuk memperbaiki akibat kekerasan dan kebencian dihasilkan oleh lima ratus tahun penjajahan, dan yang mana menghancurkan banyak agama-agama tradisional dan kebudayaan-kebudayaan.   Kenyataannya penjajahan belum benar-benar berahir tapi baru-baru ini telah lebih mengambil bentuk ekonomi dibandingkan militer, berbarengan dengan Westernisasi bersama jalur ekonomi. Karena Kristen adalah agama Barat yang dominan, ia terus menggunakan ekspansi ekonomi dari budaya Barat saat ini untuk mempromosikan agenda-agenda konversinya. Sumber daya finansial yang lebih besar serta dominannya media Barat memberikan Kristen keunggulan yang besar dalam pertemuan keagamaan dan sosial di seluruh dunia. Bahkan jika itu adalah pertanyaan untuk sebuah Kristen minoritas di sebuah wilayah didominasi oleh agama bukan Kristen, orang-orang bukan Kristen sering tidak memiliki keunggulan dalam hal uang dan media melalui dukungan Barat dimiliki oleh Komunitas Kristen, terutama yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan konversinya.   Kendatipun sebagian besar negara-negara di dunia kini sekuler, hal ini tetap belum menciptakan sebuah tingkatan ladang bermain dalam bidang agama. Agama- agama Barat tetap mengambil sebuah peran agresif, tiadanya toleransi, jika tidak sebagai pemangsa terhadap keyakinan-keyakinan bukan Barat. Mereka menggunakan keunggulan finansial dan media, termasuk pemasaran masal, untuk mempromosikan agenda konversi mereka. Meskipun kegiatan misionaris menjadi kurang terbuka setelah berakhirnya era penjajahan, ia tetap berlangsung. Dan kita tidak dapat melupakan sejarah berdarah dari kegiatan misionaris atau potensinya terhadap kekacauan, kekerasan dan penghancuran jika keadaan kembali muncul.   Alasan utama atas adanya sekularisme dan kebebasan keagamaan di Barat bukan karena Kristen tapi sebagai hasil dari tradisi sekular Yunani-Romawi yang lebih tua yang pagan pada sifatnya dan berupaya untuk menegaskan kembali posisinya terhadap tiadanya toleransi Kristen setelah Renaissance. Sayangnya, negara-negara barat jauh kurang membedakan Kristen untuk ekspor dan agresi misionarisnya dari pada kegiatan-kegiatan mereka di Barat. Sementara Kristen umumnya teredam di Barat, di mana hanya sedikit orang yang tekun beriman atau mengambil agama secara serius, agresi lama abad pertengahan dan tiadanya toleransi dengan mudah muncul dalam lingkaran misionaris di luar negeri.     Motifasi Dibalik Konversi   Apakah motifasi dibalik kegiatan-kegiatan misionaris? Mengapa seseorang mesti hendak mengubah yang lain ke dalam keyakinan agamanya? Dalam dunia yang beraneka ragam, seperti halnya di mana kita tinggal, ada banyak jenis kebudayaan, seni, bahasa, bisnis dan agama yang menyumbang banyak terhadap kekayaan suatu masyarakat. Mengapa kita mesti menuntut setiap orang menjadi seperti kita dalam segala hal, termasuk agama? Bukankah keaneka ragaman ini benar-benar suatu keindahan dari kebudayaan dan warisan lebih penting dari kemanusiaan kita?   Jelaslah misionaris yang mencoba mengkonversi mesti percaya bahwa orang-orang lain tidak dapat mencapai tujuan hidupnya dengan agama lain apapun selain yang ia sebarkan. Jika tidak mestinya tidak perlu untuk mengkonversi setiap orang. Dan umumnya, misionaris tidak hanya mengumumkan bahwa ia memiliki sesuatu yang baik atau lebih baik, seperti seseorang yang menemukan bola lampu yang lebih baik. Ia biasanya mengklaim bahwa agamanya adalah satu satunya keyakinan yang benar dan yang lain apakah lebih rendah, ketinggalan jaman, atau singkatnya salah.   Seseorang dapat mendebat karenanya bahwa mentalitas konversi adalah pada hakekatnya tanpa toleransi. Kalau saya mengakui bahwa banyak agama adalah baik dan keyakinan agama mestinya mencapai tujuan dengan bebas dan tanpa gangguan, maka saya tidak akan membuat sebuah organisasi besar untuk mengkonversi orang-orang lain ke keyakinan saya dan mendorong mereka melepaskan apa yang telah dimilikinya. Hanya ideologi keagamaan yang tanpa toleransi dan eksklusif memerlukan konversi atau mendanainya dalam skala besar.   Singkatnya aktifitas konversi adalah anti-sekuler. Ia tidak mentoleransi perbedaan-perbedaan agama yang harus ada dalam sebuah masyarakat yang benar- benar sekuler melainkan mengarah ke penghapusan mereka. Ironisnya adalah bahwa hukum sekuler memberikan kemerdekaan agama yang mebiarkan aktifitas konversi terus berlangsung. Misionaris yang suatu saat menggunakan tentara penjajah untuk mempromosikan agenda-agenda konversi mereka sekarang mempertahankan mereka setelah jaman penjajahan dibawah penyamaran kemerdekaan agama. Kelompok yang menghindari atau membatasi kebebasan agama ketika ia berkuasa pada jaman penjajahan, sekarang menggunakan kebebasan agama untuk mempertahankan misionaris-misionaris yang sama itu berlangsung! Ini ironis sekaligus tidak jujur!   Umumnya, upaya-upaya misionaris adalah lebih kuat hingga tingkatan bahwa misionaris menentang agama-agama yang mana orang-orang telah menganutnya. Strategi lama Kristen yang dominan, yang mana kelompok-kelompok protestan masih mempromosikannya, adalah untuk merendahkan keyakinan bukan-Alkitab sebagai barbar, atau buatan setan. Misionaris-misionaris evangelis masih mengidentikkan agama Hindu dengan persembahan setan. Pat Robertson dan Jerry Falwell, dua dari pemimpin-pemimpin evangelis Amerika yang paling berpengaruh mengatakan ini berulang-ulang, seperti halnya para pengikutnya, dan mereka mensponsori kegiatan misionaris di India juga. Secara alamiah ini memberikan misionaris banyak keteguhan dan intensitas, menyelamatkan jiwa-jiwa dari cengkeraman kejahatan dan mengusir setan-setan.   Misionaris yang demikian menggebu tak terhindarkan menyebarkan salah pengertian, racun dan kebencian dalam masyarakat. Kalau saya mempromosikan ide bahwa agama anda adalah karya setan, dapatkah saya dianggap sebagai seorang teman atau yang mengharapkan kebaikan pada komunitas anda? Dapatkah pandangan-pandangan seperti itu menolong komunitas anda untuk memahami diri sendiri atau mengharmoniskan kembali perbedaan-perbedaan komunitas?   Saat ini adalah melanggar hukum di sebagian besar negara-negara untuk mempromosikan kebencian rasial, untuk memanggil seseorang dari ras apapun lebih rendah atau ciptaan setan (yang mana Kristen kulit putih gunakan untuk memanggil orang-orang hitam hingga baru-baru ini). Namun orang-orang Hindu masih tetap dapat direndahkan sebagai politeis, penyembah patung dan penyembah setan. Ini dibiarkan dibawah kebebasan agama, meskipun ini jelas-jelas menimbulkan ketidak percayaan, jika bukan kebencian dan ia sendiri penuh prasangka. Pernyataan-pernyataan penuh prasangka yang tidak dibolehkan tentang ras diijinkan tentang agama, dan misionaris umumnya menerapkan pernyataan- pernyataan merendahkan ini.   Kenyataannya sebagian besar orang-orang Kristen memandang agama Hindu seperti agama-agama pagan yang mana orang-orang Kristen awal harus atasi, orang-orang Romawi, Yunani, Celtic, Mesir dan agama-agama Babilonia, yang memang banyak memiliki kesamaan dengan Hindu. Menyamakan orang-orang Hindu dengan penyembah patung menurut Alkitab menimbulkan sejarah agresi misionaris dan konflik keagamaan. Kebanyakan orang-orang Kristen seperti itu tidak pernah secara serius atau dengan pikiran terbuka mempelajari agama Hindu atau keyakinan- keyakinan pagan yang lain. Mereka hanya sedikit mengerti Yoga dan Vedanta atau tradisi-tradisi besar spiritual Hindu dan Buddha. Mereka lebih memilih untuk menyoroti persembahan Hindu terhadap Tuhan bahkan dalam bentuk-bentuk hewan seperti Hanuman sebagai bentuk tahayul atau kegelapan.   Gereja Katolik sedikit lebih diplomatis saat ini. Ia sekarang memberi tahu orang-orang Hindu bahwa agama mereka mungkin memiliki suatu nilai tapi Kristen bahkan lebih baik! Pandangan seperti itu sedikit lebih toleran namun tidak dapat juga dikatakan tulus. Jika orang-orang Katolik tidak lagi percaya bahwa Hindu adalah sebuah agama setan, seperti promosi mereka sampai baru-baru ini, mereka semestinya meminta maaf pada orang-orang Hindu untuk opini-opini salah mereka dan masalah-masalah yang mestinya disebabkan oleh hal-hal tersebut.   Orang-orang Hindu yang peka hanya bisa melihat terhadap Katolik setelah jaman penjajahan yang lebih toleran sebagai sebuah upaya untuk mempertahankan keunggulan gereja pada jaman yang secara politis kurang menguntungkan. Orang- orang Katolik mengatakan mereka menghargai filosofi-filosofi spiritual india, yang mana mereka selama berabad-abad terlewat untuk mengenalinya, namun tetap merasakan perlu untuk mengkonversi orang-orang Hindu ke agama mereka. Penghargaan semacam apakah itu?     Ideologi Konversi   Konversi mencerminkan sebuah ideologi tertentu. Kenyataannya ia terutama melibatkan membuat orang-orang mengubah keyakinan-keyakinan, ide atau ideologi. Konversi menuntut agar kita mengikuti ideologi tertentu dan menolak yang lain-lainya. Ideologi yang dominan dibalik usaha-usaha konversi terorganisasi adalah sebuah agama monoteisme yang eksklusif. Hanya ada satu Tuhan, satu buku, satu penyelamat, satu nabi terakhir dan seterusnya. Sebagian besar misionaris Kristen mencoba untuk membuat orang-orang menerima Kristus sebagai penyelamat pribadi dan Kristen dalam satu atau lain bentuknya sebagai keyakinan yang benar untuk seluruh umat manusia.   Sebuah agama yang pada hakekatnya mengakui keaneka ragaman seperti Hindu tidak bisa memiliki sebuah ideologi berdasar konversi. Orang-orang Hindu mengakui bahwa ada banyak jalan, dengan demikian secara alamiah mereka tidak merasa ada paksaan untuk membuat setiap orang untuk meninggalkan jalan mereka sendiri dan sebaliknya mengikuti jalan Hindu. Pada kenyataannya tidak ada satu jalan Hindu namun lebih merupakan sebuah variasi beberapa jalan, dengan jalan baru muncul setiap hari.   Telah lama adanya keyakinan dominan orang-orang Kristen dan Islam bahwa hanya anggota agama-agama mereka pergi ke surga, sedangkan anggota-anggota agama- agama lain pergi ke neraka, terutama orang-orang Hindu penyembah-patung dan pagan-pagan lain. Janji surga ini dan ancaman neraka telah lama digunakan untuk keperluan konversi dan adalah bagian utama dari ideologi dan propagandanya. Orang-orang Kristen telah sering termotifasi oleh ide surga-neraka abad pertengahan ini dalam upaya-upaya konversi mereka. Ide tua abad sembilan belas adalah seorang misionaris Kristen pergi ke Asia untuk menyelamatkan bayi-bayi pagan dari cengkeraman neraka.   Ide surga-neraka kekal ini memang memunculkan sebuah kegairahan tertentu sekaligus juga tiadanya toleransi, namun seseorang sulit untuk dapat menyebutnya tercerahkan. Kenyataannya, ia menyebabkan ketidak seimbangan emosi pada orang-orang, yang mana banyak orang-orang Kristen, terutama orang-orang Katolik, telah mencari pertolongan psikologis untuk mengatasinya.   Satu Tuhan yang telah menciptakan surga untuk umatnya dan neraka untuk mereka yang mengikuti keyakinan-keyakinan agama lain adalah sebuah resep bukan hanya untuk aktifitas misionaris tapi juga untuk kekacauan emosi dan kekerasan. Kenyataannya, janji hadiah besar ini dan ancaman tentang hukuman keras adalah landasan dari sebagian besar bentuk mempengaruhi, cuci-otak dan hipnotis. Ia adalah strategi dominan dari seluruh sistem agama-agama kendali-pikiran.     Konversi, Kedermawanan dan Peningkatan Sosial   Banyak misionaris-misionaris mengklaim sekarang bahwa mereka tidak membuat orang-orang terkonversi tapi semata-mata melakukan kedermawanan, mencoba untuk menolong yang tersungkur dalam hidup. Mengingat mentalitas dibalik upaya-upaya konversi dan sejarahnya, seseorang hanya dapat menyambut pernyataan itu dengan skeptis, meskipun dalam beberapa kesempatan tersendiri itu mungkin benar. Misionaris-misionaris yang hingga baru-baru ini menggunakan pemerintahan- pemerintahan penjajah dan tentara-tentara untuk keunggulan mereka tidak dapat dianggap sebagai secara mendadak tanpa motivasi-motivasi konversi terang- terangan.   Meskipun demikian, jika misionaris-misionaris hanya ingin membawa peningkatan sosial, lalu mengapa mereka tidak membuka saja sebuah rumah sakit atau sekolah dan melepaskan seluruh perangkap-perangkap keagamaan terhadapnya. Selama ornamen-ornamen keagamaan ada dalam institusi-institusi kedermawanan ini mereka masih membuat konversi. Sekali anda memberi kedermawanan atau kerja sosial anda sebuah penyamaran keagamaan, motivasi konversi pasti ada dan ketidak harmonisan kelompok kemungkinan akan dikembangkan bahkan oleh kedermawanan anda.   Jika misionaris-misionaris ingin mengangkat masyarakat mereka dapat melakukan itu melalui pendidikan atau pertolongan ekonomi pada tingkatan sekuler. Tidak ada perlunya membawa agama kedalamnya. Begitulah bagaimana masyarakat telah mengangkat dirinya sendiri di seluruh dunia, apakah itu di Amerika Serikat atau Jepang. Bukannya kedermawanan keagamaan yang mengangkat negara-negara ini secara ekonomis. Kenyataannya membawa agama kedalam peningkatan sosial mengaburkan permasalahannya. Mengkonversi orang ke sebuah prinsip keyakinan yang eksklusif tidak menhapuskan kemiskinan atau penyakit, lebih sulit lagi mengembangkan sebab harmoni keagamaan.   Filipina, negara Kristen utama dan paling tua di Asia, adalah salah satu dari negara-negara paling miskin di wilayah itu. Konversi ke Kristen tidak mengangkat negara itu secara ekonomis. Amerika Tengah dan Selatan, yang mana jauh lebih loyal terhadap Katolik dan religius dari pada Amerika Utara, juga jauh lebih miskin dan memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. Kenyataannya, bentuk-bentuk lebih evangelis dan ortodoks dari Kristen lebih populer di kelompok-kelompok lebih miskin dan lebih rendah pendidikannya di Barat. Kristen fundamentalis lebih umum di Amerika dengan para petani dan mereka yang tidak pergi ke perguruan tinggi. Penduduk terdidik di Barat kurang kemungkinannya menjadi orang-orang Kristen yang ketat, dan banyak dari mereka mencari ke agama-agama Timur untuk tuntunan spiritual.   Di India, orang-orang Kristen mengklaim bahwa dengan menghapuskan sistem kasta mereka menolong orang-orang dan mengangkat mereka secara sosial. Mereka dapat melakukan ini secara lebih mudah dengan menolong reformasi masyarakat Hindu dari pada dengan mencoba menghancurkan atau mengganti agamanya. Jelas mereka menggunakan, jika tidak mempromosikan, perbedaan kasta sebagai strategi konversi. Budaya-budaya Kristen masih memiliki kelas dan ketidak seimbangan sosial mereka, terutama di Amerika Tengah dan Selatan, tapi orang-orang Kristen tidak melihat bahwa agamanya harus diubah agar terbebas dari hal-hal ini.   Keinginan untuk menolong orang-orang dalam hubungannya dengan peningkatan sosial dan keinginan untuk mengubah agama mereka jelas tidak sama dan dapat bertentangan. Mengubah agama seseorang mungkin tidak menolong mereka dalam hubungannya dengan kesehatan, pendidikan, atau ekonomis.   Argumentasi sama bahwa upaya konversi adalah bagian dari pelayanan pada kemanusiaan, bahwa misionaris dimotivasi oleh kasih sayang kemanusiaan. Ini juga bisa dipertanyakan. Kalau anda termotivasi oleh kasih sayang kemanusiaan anda akan menolong orang-orang terlepas dari latar belakang keagamaan mereka. Anda akan mencoba untuk menolong orang-orang dengan cara yang praktis dari pada ditujukan untuk membuat mereka untuk memeluk keyakinan keagamaan anda. Anda juga akan mengasihi agama mereka, bahkan jika itu adalah penduduk asli yang menyembah batu. Anda akan memberi kasih sayang tanpa syarat kepada orang- orang, yang bukan kasih dari Jesus atau Gereja, tapi kasih sayang universal. Anda tidak akan mengutuk setiap orang ke neraka karena tidak mengikuti keyakinan anda tertentu. Anda tidak akan melakukan campur tangan terhadap motivasi keagamaan orang tersebut dan berusaha mengkonversinya ke keyakinan anda. Anda akan menghormati ketuhanan dalam orang itu dan dalam keyakinannya.   Kerja sosial lahir dari cinta seperti itu sulit ditemukan pada Kristen misionaris, meskipun ia suka berpura-pura bahwa ini motifasinya. Jika seseorang benar-benar termotivasi oleh kasih sayang kemanusiaan dan kebutuhan untuk melayani kemanusiaan, seseorang tidak akan mempromosikan agenda-agenda konversi. Dalam kenyataannya, orang akan menganggap praktek-praktek seperti itu tidak manusiawi, yang mana memang demikian.     Konversi dan Kultus-Kultus: Kemerdekaan Keagamaan di Barat   Di Barat ada sebuah pekikan melawan kultus-kultus, yang mana setiap gerakan keagamaan diluar arus besar Kristen dapat disebut. Ada sebuah kecenderungan untuk menganggap gerakan-gerakan yang dilandasi Hindu di Barat sebagai kultus- kultus. Dibawah penyamaran sebagai kultus, sebuah organisasi keagamaan dapat dituntut jutaan dolar bahkan jika seorang mantan pengikut mengalami masalah serius atau kecewa dapat detemui yang mana merasa bahwa mereka diambil untung. Banyak gerakan berlandaskan Hindu dan Yoga di Barat telah dituntut sebagai Kultus.   Kritik terhadap kultus-kultus adalah bahwa mereka diluar norma-norma budaya keagamaan, bahwa mereka tanpa toleransi terhadap agama-agama mayoritas, bahwa mereka memisahkan keluarga-keluarga dan mengalihkan orang-orang dari merawat pertumbuhan anak-anak. Tepat tuntutan yang sama dapat dikembalikan terhadap misionaris-misionaris di seluruh dunia. Orang-orang Romawi kuno, atas alasan yang sama, menganggap Kristen sebagai kultus.     Penduduk di India mungkin percaya bahwa, di Amerika, semua agama-agama diperlakukan sama. Tentunya hukum menghendaki itu, tapi ini bukanlah kenyataan hidup. Sebagai contoh, adalah masih sangat sulit bagi orang-orang Hindu untuk membangun kuil-kuil di Amerika Serikat, terutama di wilayah-wilayah dimana orang-orang Kristen fundamentalis kuat, seperti sabuk Alkitab di Selatan. Untuk meletakkannya pada suatu sudut pandang, seorang akan mengatakan bahwa adalah lebih dari sepuluh kali lebih sulit di Amerika untuk membangun sebuah kuil dari pada membangun sebuah gereja. Di banyak wilayah, kuil harus tidak tampak sebagai kuil tampak luarnya, harus tampak sebagai sekolah atau gereja, atau pemerintahan lokal tidak akan menyetujuinya. Sementara sedikit kuil-kuil bergaya Hindu di Amerika mereka adalah perkecualian dan memerlukan upaya-upaya khusus untuk diijinkan.   Sebagian besar penduduk Amerika percaya bahwa Hindu adalah agama kultus. Kelompok-kelompok hukum penghancur-kultus Kristen terorganisasi, dengan berlusin-lusin pengacara dan dana berjuta-juta, jalan berkeliling secara sistematis mendorong penuntutan terhadap kelompok-kelompok keagamaan Hindu atau India. Kelompok-kelompok seperti Hare Krisna (ISKCON), TM, Ananda (kelompok Yogananda), the Himalayan Institute, Rajneesh and the Sikhs dibawah Yogi Bhajan, untuk menyebut sedikit, telah pernah menghadapi tuntutan-tuntutan seperti itu dan kadang-kadang pembayaran dalam jutaan terhadap mereka. Tindakan-tindakan ini adalah intimidasi keagamaan oleh kelompok-kelompok Kristen, bukan bentuk keadilan.   Apa yang orang-orang Kristen di Amerika tidak dapat lakukan terang-terangan karena kebebasan agama di negara ini, mereka masih mencoba melakukan secara tertutup melalui sistem hukum. Setiap guru berlandaskan Hindu yang menonjol di Amerika, terutama ia yang bekerja dengan masyarakat Amerika secara umum atau membawa orang-orang dari Kristen ke ajaran-ajaran berlandaskan Hindu, tetap dalam ancaman hukum yang ketat. Jika suatu kelompok berlandaskan Hindu, seperti Hare Krishna, secara aktif berusaha membuat konversi di Barat, mereka kemungkinan menghadapi tuntutan hukum dari banyak arah. Di pihak lain, misionaris-misionaris Kristen di India tidak harus melalui ancaman-ancaman hukum semacam itu atau tuntutan-tuntutan hukum yang dapat membuat mereka keluar dari bisnis, bahkan jika upaya-upaya konversi mereka jauh lebih agresif.   Sementara itu buku-buku teks Barat dan media Barat secara rutin menggambarkan Hindu sebagai kultus, penyembah patung, atau bahkan sebagai erotisisme. Penggambaran-penggambaran negatif seperti itu atas Kristen tidak akan diijinkan pada pers India. Pandangan-pandangan ini menyumbang pada tingkah laku - tingkah laku anti Hindu dan mendukung misionaris. Bahkan di universitas-universitas, diskusi-diskusi agama-agama dunia sering meninggalkan Hindu, tepatnya karena ia bukan agama yang mencari konversi, meskipun ia adalah agama ketiga terbesar di dunia!   Karenanya mari kita tidak berpura-pura bahwa Barat tercerahkan atau toleran tentang agama. Sekularisasi hukum di Barat tetap menyembunyikan banyak prasangka keagamaan. Kita juga mencatat bahwa Barat secara politis akan melindungi kepentingan-kepentingan Kristen di luar negeri dan mengkritik yang dituduh diskriminasi terhadap orang-orang Kristen. Namun demikian, ia akan mengabaikan diskriminasi terhadap yang bukan-Kristen terutama jika dilakukan oleh orang-orang Kristen. Baru-baru ini Rusia mengritik Mormons, kelompok Kristen Amerika evangelis, sebagai kultus. Pemerintah Amerika melancarkan protes untuk melindungi Mormons dan aktivitas misionarisnya di Rusia. Tidak ada pemerintah India sejauh ini telah membuat protes-protes seperti itu untuk melindungi kelompok-kelompok Hindu di Barat.   Dan mari kita jangan lupa tiadanya toleransi keagamaan dari komunis dan Marxist dalam sejarah, meskipun di India saat-saat ini adalah menjadi mode bagi Marxist untuk menggambarkan dirinya sendiri sebagai pembela kebebasan agama. Stalin mungkin adalah penghancur baik gereja-gereja maupun masjid- masjid terbesar di dunia tapi gambarnya menghiasi bagunan-bangunan pemerintah Kerala dan Bengal.     Akibat Menghancurkan dari Kegiatan-kegiatan Misionaris pada Budaya-budaya Suku   Sejarah kegiatan misionaris adalah salah satu dari tanpa-toleransi dan kekerasan, dengan hanya episode-episode yang jarang dari kasih sayang dan kedermawanan. Ini muncul terutama ketika misionaris-misionaris datang kedalam kebudayaan primitif atau suku.   Ada sebuah keindahan pada budaya-budaya suku, seperti keindahan keaslian alam itu sendiri. Anda tahu bahwa kemana pengembang pergi, keaslian alam dihancurkan dan banyak spesies hilang. Begitu juga, kemana misionaris pergi, budaya-budaya suku dihancurkan dan banyak warisan kemanusiaan hilang bersamanya. Apa yang dihormati misionaris pada budaya-budaya bukan-Kristen dunia atau yang diupayakan untuk melindungi mereka? Di sisi lain, Hindu tidak mencampuri keyakinan-keyakinan penduduk asli dan suku tetapi berupaya berbagi dengan mereka dan belajar dari mereka.   Ada keindahan pada keyakinan-keyakinan bukan-Alkitab seperti Hindu, Buddha, Jain, Sikh, Shinto dan banyak keyakinan-keyakinan penduduk asli. Agama-agama pagan Eropah lama memiliki keindahan dan kedalaman mereka. Ini hilang dalam pikiran misionaris yang hanya melihat calon konversi ada dalam cengkeraman keyakinan-keyakinan yang salah.   Pengikut agama-agama misionaris harus mengenali bahwa agama mereka bermusuhan terhadap agama-agama lain seperti Hindu, bahkan jika ia memiki perasaan yang baik pada orang-orang yang mengikuti agama itu. Tetapi agama-agama lain juga mewakili orang-orang dan keyakinan-keyakinan mereka yang tulus. Menyasar agama-agama adalah menyerang orang-orang juga. Menyerang Hindu sebagai agama adalah menghina dan menyerang orang-orang Hindu sebagai umat manusia.     Etika Konversi   Upaya-upaya konversi memiliki etikanya, yang mana adalah etika konversi. Etika konversi bukanlah sekularisme. Ia bukan kebebasan agama, toleransi agama atau menghormati keaneka ragaman agama. Etika konversi adalah menyelamatkan jiwa- jiwa, secara umum menyelamatkan jiwa-jiwa dari kutukan. Etika konversi mengikuti sebuah keyakinan eksklusif, sebuah keyakinan benar. Lagi pula, jika orang-orang sungguh-sungguh ada kemungkinan untuk menderita kutukan abadi karena kesalahan keyakinan-keyakinan mereka, misionaris yang tulus harus melakukan apapun yang ia bisa untuk menghentikannya. Misionaris memandang orang bukan-Kristen sebagai seorang yang sesat atau bahkan dibawah pengaruh kekuatan jahat, bukan cuma seseorang yang memiliki sebuah opini yang absah namun berbeda dari yang dia miliki tentang kehidupan.   Etika konversi ini dapat mengabaikan etika-etika kemanusiaan lain dalam aktifitas misionaris. Dalam rangka menyelamatkan jiwa-jiwa, yang adalah etika misionaris yang tertinggi, misionaris-misionaris dalam sejarahnya telah memiliki sumber daya pertolongan melalui berbagai jenis daya pikat atau bahkan paksaan untuk sampai pada hasil yang diinginkan atas orang-orang yang baru terkonversi. Sementara tindakan-tindakan ini tampak tanpa toleransi atau tidak jujur dalam masyarakat sekuler, dalam masyarakat religius atau penjajahan mereka tampak moral. Kepada misionaris yang tulus ini bisa tampak sebagai paksaan yang perlu untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang menolak.   Harap dicatat bahwa saya tidak meragukan ketulusan dari misionaris dari semua ini. Tidak diragukan para misionaris yang mengijinkan pembantaian penduduk asli Amerika adalah juga tulus dalam keyakinannya, seperti halnya para kulit putih penahan-budak pada abad sembilan belas Amerika. Masalahnya adalah bahwa mereka tulus pada sebuah keyakinan yang dengan mudah menyebarkan tiadanya toleransi dan kerugian terhadap keyakinan-keyakinan lain tersebut.   Karenanya, orang dapat mendebat bahwa konversi pada hakekatnya suatu tindakan yang tidak etis dan tak terhindarkan melahirkan hasil-hasil yang tidak etis. Etika misionaris menyelamatkan jiwa-jiwa demikian meyakinkan bagi misionaris hingga dengan mudah menyebabkan ia mengkompromikan hak-hak asasi manusia atau ketulusan dari orang-orang calon konversinya. Tentunya sejarah panjang konversi adalah sebuah sejarah dari setiap jenis kriminal, betapapun bagus yang mungkin telah dilakukan secara bersamaan disampingnya.   Pada tingkatan spiritual, orang bisa mendebat bahwa upaya-upaya konversi, terutama untuk keyakinan eksklusif, adalah tidak spiritual dan tidak etis. Konversi adalah sebuah dosa terhadap sifat ketuhanan pada manusia. Ia menolak untuk mengakui agama dari yang lain sebagai absah. Diatas itu semua, bisnis konversi terorganisasi adalah salah satu dari kegiatan-kegiatan yang paling tidak berperasaan dan paling dirahasiakan dari umat manusia, setingkat dengan perang. Ia berusaha menghancurkan dan merendahkan keyakinan alami orang-orang. Ketika kita bergerak menuju sebuah jaman global, mari kita letakkan bisnis konversi yang berantakan ini dibelakang, bersamaan dengan tahayul-tahayul lainnya dari Jaman Kegelapan.   Kita semua adalah Tuhan. Hanya ada satu Jiwa dalam semua mahluk. Siapa yang akan dikonversi dan dari mana setiap orang dapat dikonversi? Jiwa bersifat ketuhanan. Ia bukan Kristen, Islam atau Hindu atau yang lainnya. Jiwa tidak dapat diselamatkan. Ia diluar untung dan rugi. Kita hanya dapat mengerti diri kita sendiri. Kebaikan yang sungguh nyata dari agama adalah untuk menemukan cahaya dari jiwa yang tidak terikat oleh waktu, tempat, orang atau keyakinan. Agama sejati adalah menjadi sejati terhadap sifat alamiah seseorang dan menghormati sifat alamiah yang lain. Apakah misionaris memiliki sifat ini atau telah menemukan kebenaran ini?     Perlawanan Terhadap para Misionaris   Baru-baru ini ada beberapa perlawanan kekerasan terhadap para misionaris atau agama mereka, yang disesalkan. Ini terjadi bukan hanya di India tapi juga di banyak bagian dunia, seperti di Afrika dan Amerika Tengah. Tapi mengingat tanpa toleransinya para misionaris, ini bisa dipahami dan tidak dapat dilihat secara berdiri sendiri. Anda tidak dapat abad demi abad menyepelekan atau bahkan menghancurkan kebudayaan dan agama-agama orang-orang atas nama Tuhan Anda dan mengharap mereka cuma secara sopan membiarkan anda keterusan dengan itu. Terutama jika mereka orang-orang miskin atau terbelakang tanpa sumber daya finansial, hukum atau pemerintah untuk melindungi mereka, mereka mungkin meberi respon-respon yang lebih primitif.   Namun kekerasan dari perlawanan ini amat kecil dibandingkan kekerasan fisik dan psikologis yang telah dibawa para misionaris dan terus berlanjut bergerak. Aktifitas anti-Kristen di India baru-baru ini harus dilihat dalam pengertian ini.   Baru-baru ini Sonia Gandhi, ketua Partai Kongres di India, meskipun masih seorang anggota Gereja Katolik yang belum melepaskan klaimnya sebagai satu- satunya kepercayaan yang benar atau menghentikan usaha-usaha misionarisnya terhadap orang-orang Hindu, menyebut Swami Vivekananda sebagai juru bicara agama sejati. Mari kita ingat apa yang Vivekananda katakan pada orang-orang Amerika dan dalam banyak kesempatan-kesempatan lain tentang kegiatan misionaris:   "Ketika para misionaris anda mengritik kami harap ingat ini. Seandainya seluruh India berdiri dan mengambil semua lumpur didasar Samudra India dan melemparnya ke negara-negara Barat, itu tidak akan mengakibatkan sebagian sangat kecil dari apa yang anda lakukan pada kami."   Mahatma Gandhi juga pengritik yang keras atas para misionaris. Namun, anehnya, saat ini adalah Partai Kongres India dan beberapa aliran kiri yang membela misionaris Kristen dan membuat gambaran Hindu tanpa toleransi, mengabaikan semua sejarah dan motivasi dari upaya-upaya besar konversi ini terhadap orang- orang Hindu.   Mari juga ingat kata terakhir dari Paus pada "Kedatangan Milenium Ketiga":   "Sinode Asia akan berhubungan dengan tantangan untuk evangelisasi diakibatkan oleh perjumpaan dengan agama-agama kuno seperti Buddha dan Hindu. Selagi mengemukakan penghargaan untuk elemen-elemen kebenaran pada agama-agama ini, gereja harus membuat jelas bahwa Kristus adalah satu-satunya perantara antara Tuhan dan manusia dan satu-satunya pembebas dunia."   Dengan kata lain semua keagungan agama Buddha dan Hindu tidak mengubah pandangan dasar dari Kristen bahwa Kristus satu-satunya adalah tokoh agama utama. Tidak Buddha, Krishna, Ramana Maharshi atau Sri Aurobindo dapat dibandingkan dengannya. Apakah elemen-elemen kebenaran yang diucapkan oleh Paus? Jika ia tidak menghargai apakah agama Buddha atau Hindu dengan segalanya sama dengan Jesus, ia mungkin tidak cukup menghargai pandangan-pandangan mereka tentang karma, dharma atau kelahiran kembali, kegiatan-kegiatan yoga dan meditasi mereka, atau keseluruhan tujuan mereka untuk mencapai pencerahan dan penyadaran-diri yang tidak diartikan hubungannya dengan Jesus. Jelas pernyataan seperti itu merendahkan. Ia telah membuang tuduhan setan-pagan- penyembah-patung yang lama tapi tujuannya tetap konversi, bukan penghargaan.     Dialog Keagamaan   Sebagai catatan terakhir, menentang konversi terorganisasi tidak berarti seseorang harus menentang diskusi dan bahkan debat dalam masalah-masalah keagamaan.   Para misionaris biasanya menyasar yang tidak berpendidikan dan bekerja dibelakang layar. Mereka tidak mencoba untuk menciptakan pertukaran pandangan- pandangan bahkan debat secara adil. Mereka takut terekspose. Pada kenyataannya sebuah debat tentang masalah-masalah keagamaan adalah penting untuk menghadapi masalah-masalah diakibatkan oleh kegiatan misionaris. Misionaris-misionaris biasanya menghindar untuk menghadapi debat yang fair tentang agama dan menyasar mereka yang tidak terlalu terampil pada keyakinan-keyakinannya sendiri.   Melebihi semuanya saat ini kita perlu sebuah dialog keagamaan yang nyata, sehingga konflik keagamaan, yang memiliki sedemikian potensi untuk kekerasan, tidak muncul. Dialog ini seharusnya menjadi sebuah pencarian kebenaran. Ia tidak diarahkan untuk membuktikan satu agama sebagai yang utama tetapi pada penelitian masalah-masalah tertinggi kehidupan. Apakah tujuan hidup? Apakah sifat hakiki kekekalan? Adakah surga atau neraka permanen? Adakah penyadaran- diri atau Nirwana? Apakah pencerahan? Apakah karma? Apakah jiwa memiliki satu atau banyak kehidupan? Apakah keadaan tertinggi kesadaran dan bagaimana kita dapat mencapainya? Latihan-latihan apa diperlukan untuk mengubah sifat alami manusia dari yang egois ke sifat ketuhanan? Dapatkah semata-mata keyakinan mentransformasikan kita atau apakah ilmu pengetahuan dan kerja juga diperlukan? Apakah teknik khusus pikiran-fisik membantu? Bagaimana agama-agama berbeda memandang masalah-masalah ini? Ini adalah masalah-masalah nyata dari dialog keagamaan.   Semata-mata membuat seseorang mengubah keyakinannya tidak menyentuh masalah- masalah rumit dan mendalam ini. Agama sejati memerlukan kerja dan penyelidikan yang mendalam, terutama atas pikiran dan hati kita. Ia bukan semata-mata soal nama-nama, slogan-slogan atau label-label.   Dalam satu maksud, orang-orang Hindu memang kehilangan banyak dengan mengubah ke agama seperti Kristen dan Islam. Agama Hindu memiliki ruang jauh lebih luas atas kegiatan-kegiatan spiritual dan yoga, filsafat dan ajaran-ajaran sifat ketuhanan daripada yang dimiliki Kristen. Begitu seorang Hindu menjadi Kristen ia kehilangan hal-hal ini dan masuk kedalam bentuk yang jauh lebih terbatas dan mengarah ke luar dari keyakinan agama? Ajaran-ajaran Hindu tentang kesadaran lebih tinggi, penyadaran-diri, karma, kelahiran kembali, chakra-chakra, dan kundalini hampir tidak dikenal dalam Kristen atau ditolak sebagai karya setan. Itulah sebabnya begitu banyak orang-orang Amerika yang mencari sebuah jalan spiritual tertarik pada ajaran-ajaran berdasar Hindu dan meninggalkan dibelakang Kristen ortodoks dan arus utama.   Pada kenyataannya Kristen terus menurun di Barat. Sangat sedikit orang-orang baru mengambil peran-peran sebagai pengurus-pengurus keagamaan atau suster- suster di Gereja Katolik, sebagai contoh. Sebagian untuk meningkatkan kembali tingkatan-tingkatan, Gereja Katolik telah mentargetkan Asia dan, terutama India, untuk konversi karena orang-orang Hindu demikian berbakti dan dengan mudah mengambil peran sebagai petugas keagamaan dan pengurus tempat keagamaan. Sementara itu Kristen Evangelis menyasar India untuk melawan pengaruh ajaran- ajaran berlandaskan Hindu di Amerika, yang mana mereka alami begitu menakutkan dan seringnya menyerang agama Hindu dan guru-guru Hindu sebagai agama setan.   Karenanya mari kita tidak lugu tentang konversi. Ia bukan soal kebebasan agama atau tentang mengangkatan sosial. Aktifitas-aktifitas konversi utama di dunia adalah bagian dari strategi-strategi yang diorganisasikan dan dibiayai dengan baik untuk memenangkan dunia untuk sebuah keyakinan tunggal keagamaan yang akan mengahiri kebebasan agama dan keaneka ragaman. Dalam situasi ini adalah mudah untuk mengidentifikasi pemangsa dan korban. Kemungkinanya menjadi yang manakah anda dan yang manakah akan anda beri simpati anda? Sumber.

No comments:

Post a Comment