Tuesday, May 7, 2013

KAUM NON-MUSLIM DI NEGARA ISLAM

Penduduk asli wilayah yang ditaklukkan dapat digolongkan  ke
dalam  tiga  umat  "skriptural"  (ahlul  kitab)  besar: umat
Kristen,  Yahudi,  dan  Zoroaster.  Bagi   banyak   penduduk
non-Muslim  di  Byzantium  dan  Persia  yang  telah menyerah
kepada pemerintah asing, peraturan Islam  berarti  perubahan
pemerintah,  yang  seringkali  lebih  fleksibel dan toleran,
bukannya  kehilangan  kemerdekaan.  Banyak   dari   penduduk
tersebut  kini  menikmati otonomi lokal yang lebih besar dan
seringkali pajak yang dibayar  lebih  rendah.  Wilayah  Arab
yang   pernah   direbut   Byzantium   mengganti   pemerintah
Yunani-Roman dengan pemimpin-pemimpin Arab yang baru, sesama
Semit  yang  mempunyai  afinitas  linguistik  dan kebudayaan
dengan penduduk. Islam terbukti merupakan agama  yang  lebih
toleran, memberikan kebebasan beragama yang lebih besar bagi
orang-orang  Yahudi  dan  Kristen.  Sebagian  besar   gereja
Kristen   setempat   sebelumnya  dicap  sesat  oleh  Kristen
ortodoks "asing." Dengan alasan-elasan inilah sebagian orang
Yahudi  dan  Kristen  membantu  tentara Islam yang melakukan
invasi. Francis Peters telah mengamati:[1]
 
Penaklukan itu hanya sedikit merusak: yang  mereka  berangus
adalah  persaingan  kerajaan  dan  pertikaian  sektarian  di
antara para  penduduk  taklukan.  Kaum  Muslim  mentoleransi
agama Kristen tetapi menjadikannya tidak established; karena
itu kehidupan  dan  tata  kebaktian,  politik,  dan  teologi
orang-orang  Kristen  menjadi  urusan  pribadi, bukan urusan
umum. Dengan ironi itu, Islam mereduksi  status  orang-orang
Kristen   seperti  apa  yang  mereka  (orang-orang  Kristen)
lakukan dahulu  terhadap  orang-orang  Yahudi,  dengan  satu
perbedaan.  Pereduksian status orang Kristen ini semata-mata
bersifat yudisial; tidak  disertai  dengan  pengejaran  yang
sistematis atau pembunuhan, dan pada umumnya tidak dilakukan
dengan perilaku rendah, walaupun hal ini  tidak  terjadi  di
setiap tempat dan setiap waktu.[2]
 
Para  penguasa Muslim cenderung tidak mengubah birokrasi dan
lembaga-lembaga pemerintah. Umat beragama bebas  menjalankan
agama  mereka  dan  urusan-urusan  intern mereka diatur oleh
hukum dan pemimpin agama mereka. Seperti disebutkan di atas,
umat  beragama  diharuskan  membayar  pajak kepala(head/poll
tax), dan  sebagai  imbalannya  perlindungan  dan  kedamaian
menjadi  hak  mereka; dengan demikian mereka dikenal sebagai
"orang-orang yang  dilindungi."  Ideal  Islam  adalah  untuk
menciptakan  suatu  dunia  dimana,  dibawah penguasa Muslim,
penyembahan berhala dan  paganisme  dimusnahkan,  dan  semua
ahlul   kitab  dapat  hidup  dalam  sebuah  masyarakat  yang
dibimbing dan dilindungi oleh kekuasaan  Islam.  Jika  Islam
dianggap  sebagai  agama  Tuhan  yang terakhir dan sempurna,
maka umat lain harus diajak,  mula-mula  melalui  pembujukan
tanpa  menggunakan  pedang, untuk masuk kedalam agama Islam.
Dengan demikian kaum non-Muslim  diberi  tiga  pilihan:  (1)
masuk  Islam  dan menjadi anggota umat sepenuhnya; (2) tetap
dalam agama masing-masing dan  membayar  pajak  kepala;  (3)
jika  mereka  menolak  Islam  atau status "dilindungi," maka
berperang dibolehkan, sampai peraturan Islam diterima.
 
Catatan kaki:
[1]:
R. Stephen Humpreys, Islamic History A Framework for Inquiry
(Minneapolis,  Minnesota:  Bibliotheca Islamica, 1988), hlm.
250.
[2]:
Francis E. Peters,  "The  Early  Muslim  Empires:  Ummayads,
Abassids,  Fatimids,"  dalam Marjorie Kelly, ed., Islam: The
Religious and Political Life of a World Community (New York:
Praeger, 1984), hlm.79.
Sumber. 


No comments:

Post a Comment